REPUBLIKA.CO.ID, BUDAPEST -- Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban membuat perbandingan terselubung pada antara pasukan Uni Soviet yang menyerang Hungaria selama revolusi 1956 dan lembaga-lembaga Uni Eropa (UE) saat ini. Serangan itu disampaikan dalam peringatan 66 tahun pemberontakan pada Ahad (23/10/2022).
Orban menyatakan, UE yang telah berusaha untuk mengendalikan demokrasi Hungaria akan berakhir seperti Uni Soviet yang bubar lebih dari tiga dekade lalu. "Jangan repot-repot dengan mereka yang menembak Hongaria dari bayang-bayang atau dari ketinggian Brussel. Mereka akan berakhir di tempat yang dilakukan pendahulu mereka,” kata Orban dalam pidatonya kepada sekelompok tamu terpilih di kota pedesaan Zalaegerszeg di Hungaria barat, menolak tradisi memberikan pidato di Budapest pada peringatan itu.
"Kami berada di sini ketika kekaisaran penakluk pertama menyerang kami, dan kami akan berada di sini ketika yang terakhir runtuh, ujar Orban.
Orban menyatakan, Hungaria siap menanggung risiko yang harus diterima dan akan kembali pulih. "Kami menghunus pedang ketika ada kesempatan, dan kami melawan ketika penindasan bertahun-tahun datang. Kami menang bahkan ketika kami dikalahkan," ujarnya.
Ketidakhadiran perdana menteri di ibu kota pada salah satu hari libur nasional paling penting di Hongaria terjadi saat pemerintahannya menghadapi tekanan yang meningkat dari gelombang protes berkelanjutan oleh guru dan siswa Hungaria. Para pendidik menuntut upah yang lebih tinggi dan kondisi kerja yang lebih baik. Protes lain direncanakan akan berlangsung di Budapest pada Ahad.
Sosok yang mencirikan bentuk pemerintahannya sebagai demokrasi tidak liberal juga menghadapi ancaman pemotongan dana UE karena catatan demokrasinya dan dugaan korupsi. Dalam upaya menyelamatkan beberapa aliran dana, parlemen Hungaria baru-baru ini mengesahkan undang-undang anti-korupsi baru. Namun negara itu masih berisiko kehilangan miliaran euro dalam pendanaan sebagai hukuman atas dugaan pelanggaran praktik demokrasi.
Hari libur nasional pada 23 Oktober memperingati awal pemberontakan rakyat pada 1956 melawan penindasan Soviet yang dimulai di Budapest dan menyebar ke seluruh negeri. Setelah pemimpin Stalinis Hongaria berhasil digulingkan dan pasukan Soviet dipaksa keluar dari ibu kota, arahan dari Rusia mengirim Tentara Merah kembali ke Budapest dan secara brutal menekan revolusi, menewaskan sebanyak 3.000 warga sipil dan menghancurkan sebagian besar kota.
Orban secara luas dianggap sebagai sekutu terdekat Presiden Rusia Vladimir Putin. Dia dengan penuh semangat melobi UE yang menjatuhkan sanksi terhadap Moskow dan telah menolak untuk memasok Kiev dengan senjata atau mengizinkan pengiriman senjata melintasi perbatasannya. Meski Orban telah menyatakan bahwa invasi Rusia adalah agresi dan pemerintahnya mendukung hak Ukraina atas integritas teritorial.