REPUBLIKA.CO.JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Jenderal (Purn) Tito Karnavian mengingatkan kembali semua pemerintah daerah (pemda) bersama tim pengendali inflasi daerah (TPID) untuk bergerak bersama dalam mengendalikan inflasi. Tito mengatakan, kondisi inflasi di Indonesia masih landai sekitar 5,95 persen. Angka itu jauh lebih baik dibandingkan negara lain.
"Angka (inflasi) nasional merupakan penjumlahan dari langkah-langkah yang dilakukan oleh semua daerah, 548 daerah, baik provinsi, kemudian kota dan kabupaten, semua harus bergerak bersama," kata Tito saat memimpin rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah di Jakarta, Senin (24/10/2022).
Menurut Tito, angka inflasi yang masih rendah tetap tidak boleh membuat semua pihak lengah. Pasalnya, akar penyebab inflasi bukan di kondisi ekonomi lokal, tetapi lebih pada kondisi global yang sampai saat ini masih terus memengaruhi sektor ekonomi dan keuangan.
Tito menjelaskan, meskipun pandemi Covid-19 telah melandai di banyak negara, namun sisa dampak ekonomi yang disebabkan oleh pandemi masih terasa. Perang yang masih berlangsung antara Rusia dan Ukraina pun terus menekan kondisi ekonomi global. Sehingga hal itu terasa sampai ke daerah-daerah di Indonesia.
Tito menjelaskan, oenyebabnya adalah karena Rusia merupakan pemain besar di sektor ekonomi, pangan, bahan bakar, dan energi. Kemudian, Ukraina mendapat bantuan kekuatan dari Barat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), yang notabene juga memegang kendali global di berbagai sektor.
"Sehingga, ini betul-betul berdampak kepada dunia. Semua tahu bahwa Rusia adalah salah satu pengekspor minyak nomor empat terbesar di dunia dan energi, terutama gas di Eropa sangat tergantung kepada Rusia. Apalagi menjelang musim dingin ini, kebutuhan akan gas sangat-sangat tinggi," kata eks kapolri itu.
Selain itu, kata Tito Rusia merupakan pengekspor gandum dan tepung nomor dua di dunia. Akibatnya, perang itu menimbulkan gangguan terhadap rantai pasokan energidan pangan dunia yang berimbas pada situasi ekonomi dan keuangan.
"Banyak negara yang menahan pangannya masing-masing untuk kepentingan rakyatnya, demikian juga energi harga minyak sangat tinggi, belum lagi gas dan lainnya semua naik," ucap Tito. Keputusan negara yang menahan produksi pangan, energi, maupun bahan bakar mereka tentunya membuat stok di pasar dunia semakin sedikit dan berakibat pada kenaikan harga komoditas.