REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam Islam, baik laki-laki maupun perempuan memiliki batasan-batasan auratnya masing-masing.
Batasan aurat antara laki-laki dan perempuan jelas berbeda, dan masing-masing di antaranya dilarang mengumbar aurat kecuali dalam kondisi-kondisi tertentu.
Imam Syafii dalam Fikih Manhaji mengatakan, ketika perempuan berada di hadapan laki-laki asing maka semua anggota tubunya adalah aurat. Ia tidak boleh membuka bagian apa pun dari tubuhnya kecuali karena uzur.
Sebaliknya, jika tersingkap maka laki-laki juga dilarang untuk memandangnya. Allah SWT berfirman dalam Alquran surat An-Nur ayat 30:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.'"
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW sholat Subuh yang diikuti beberapa Muslimah. Mereka menutupi seluruh tubuhnya dan pulang ke rumah tanpa dikenali oleh siapapun.
Adapun beberapa kondisi di mana boleh membuka dan atau memandang aurat setidaknya terbagi menjadi tiga. Pertama, ketika meminang dengan tujuan menikah. Yang dibolehkan adalah melihat wajah dan kedua telapak tangan.
Kedua, melihat ketika bersaksi atau berinteraksi. Untuk alasan ini, menurut Imam Syafii, yang dibolehkan hanya memandang wajah. Ini jika memang diperlukan mengenali wajah si wanita dan hanya bisa dikenali dengan memandang wajahnya.
Ketiga, karena alasan berobat. Dibolehkan membuka dan melihat aurat sesuai kebutuhan.
Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah bahwa Ummu Salamah minta izin kepada Rasulullah SAW untuk pergi berbekam. Nabi Muhammad SAW lalu menyuruh Abu Thaybah untuk membekamnya.
Untuk hal ini, disyaratkan agar dilakukan di hadapan mahram atau suami dan bila tidak ada wanita lain yang dapat mengobati. Jika ada dokter Muslim atau Muslimah maka tidak boleh berobat kepada yang lain (yang bukan mahram).