REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam rangka milad pertamanya, Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Badan Wakaf Indonesia (BWI) mengadakan uji kompetensi dan sertifikasi bagi 300 nadzir dari berbagai instansi di seluruh Indonesia. Uji kompetensi dan sertifikasi ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas atau kemampuan nadzir.
Ketua LSP-BWI, Prof Nurul Huda, mengatakan, ada tiga aspek pada nadzir yang ditingkatkan melalui program uji kompetensi dan sertifikasi ini. Pertama attitude (sikap), kedua knowledge (pengetahuan), dan ketiga skill (kemampuan).
"Artinya, attitude nadzir harus punya sikap bagaimana dia menerima wakif, bagaimana memperlakukan wakif, bagaimana dia memperlakukan mauquf alaih, itu dari sisi attitude," kata Prof Nurul kepada Republika, Sabtu (29/10/2022).
Ia menjelaskan, dari sisi knowledge, nadzir ditingkatkan ilmunya mulai dari menerima harta wakaf, menjaga harta wakaf, mengelola harta wakaf, dan mengembangkan harta wakaf sampai membuatkan pelaporan harta wakafnya. Itulah pengetahuan atau ilmu yang harus dimiliki nadzir.
Prof Nurul menambahkan, dari sisi skill, sebagaimana diketahui nadzir-nadzir sekarang sudah diminta untuk membuat laporan dengan menggunakan keahlian-keahlian yang spesifik. Perlahan keahlian nadzir dalam hal ini ditingkatkan. Maka tentu harus ada pembekalan, pelatihan dan diuji untuk sertifikasi kompetensinya.
Sampai saat ini, LSP BWI telah memberikan sertifikasi kompetensi nadzir kepada 1140 orang dari 24 provinsi di Indonesia. Pada Ahad (30/10/2022) nanti akan ada 300 nadzir disertifikasi. Sementara, di Indonesia ada 400 ribu lebih nadzir yang sudah mendapatkan izin.
"Sedangkan (nadzir) yang kita sertifikasi, kurang lebih per besok itu 1.500, masih banyak nadzir yang belum mengikuti sertifikasi kompetensi ini, tapi kita tetap optimis kedepannya bisa terus kita tambah tiap tahunnya," jelas Prof Nurul.
Prof Nurul mengatakan, mohon maaf banyak nadzir di daerah yang tidak mampu. Untuk itu LSP BWI yang mencarikan pendaannya supaya mereka juga ikut sertifikasi.
Ketua Badan Pelaksana BWI, Prof Mohammad Nuh, menambahkan, Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia dengan potensi wakaf uang yang diperkirakan sebesar Rp 180 Triliun. Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, wakaf uang bisa dilakukan melalui Lembaga Keuangan Syariah (LKS) Penerima Wakaf Uang (PWU).
"Pelatihan dan sertifikasi kompetensi nadzir dan LKS PWU merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan kinerja perwakafan Indonesia," kata Prof Nuh.