REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi IX DPR Felly Estelita Runtuwene mengatakan, kasus gagal ginjal akut kepada anak menjadi perhatian khusus pihaknya. Bahkan, ia mengingatkan potensi pelanggaran terhadap keamanan kesediaan farmasi dalam kasus tersebut.
"Berdasarkan Pasal 188 Jo Pasal 196 UU Kesehatan menyatakan, setiap orang dengan sengaja memproduksi dan mengedarkan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, dipidana paling lama 10 tahun dan denda 1 miliar rupiah," ujar Felly dalam rapat kerja dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Rabu (2/11/2022).
Ia juga mengingatkan potensi pelanggaran dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam kasus gagal ginjal akut. Terutama Pasal 8 dan Pasal 62 undang-undang tersebut.
"Perihal pertanggungjawaban perusahaan farmasi atas kerugian materiil dan immateriil atas kerugian yang terjadi dengan pidana maksimal 5 tahun dan denda paling banyak 2 miliar rupiah," ujar Felly.
Mabes Polri meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan kasus gagal ginjal akut. Tim Gabungan Bareskrim Polri menyasar satu perusahaan farmasi PT AFI Pharma yang diduga memproduksi obat paracetamol sirup yang mengandung Etilen Glikol (EG), dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas yang menyebabkan kematian terhadap anak-anak.
Ketua Tim Penyidikan Gabungan Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal (Brigjen) Pipit Rismanto menerangkan, peningkatan status penyidikan dilakukan setelah gelar perkara, bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Selasa (1/11/2022). "Dari hasil gelar perkara tadi siang, sepakat meningkatkan dari penyelidikan ke penyidikan terhadap PT AFI Pharma," jelas Pipit lewat pesan singkatnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (1/11/2022).
Pipit mengatakan, perusahaan tersebut diketahui memproduksi obat sirup generik paracetamol dengan kadar EG di atas kewajaran. "Seharusnya 0,1 miligram (mg), kandungan EG dalam sediaan farmasi dalam obat sirup tersebut sebesar 236,39 mg," kata Pipit.
Hasil pengujian oleh BPOM, juga menemukan angka serupa dalam ambang batas kewajaran EG dalam produksi obat sirup paracetamol PT AFI Pharma tersebut. Kata Pipit mengungkapkan, dalam gelar perkara tersebut, sebetulnya disorongkan tiga perusahaan farmasi yang diduga memproduksi obat-obat sirup dengan kadar EG dan DEG melebihi ambang batas. Selain PT AFI Pharma, dua perusahaan farmasi lainnya, adalah PT Yarindo Farmatama, dan PT Universal Pharmaceutical Industries. Akan tetapi terhadap dua perusahaan tersebut, kata Pipit masih dalam pendalaman tersendiri oleh BPOM.
"Terhadap dua perusahaan itu, rencananya akan dalam penyidikan tersendiri oleh BPOM," ucapnya.