REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua PP Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad mengatakan, penghalangan pendirian masjid Taqwa Muhammadiyah yang sedang proses pembangunan di Desa Sangso, Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen, Nangroe Aceh Darussalam merupakan bentuk intoleransi internal umat islam.
"Itulah bentuk intoleransi internal umat Islam. Bertentangan dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika dan persatuan Bangsa serta melanggar moderasi," kata Dadang pada Rabu (2/11/2022).
Adapun beberapa bulan terakhir warga Muhammadiyah terutama di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) berduka. Hal ini akibat adanya sekelompok orang yang tidak diketahui dari mana asal-usul ormas atau organisasinya, namun mengatasnamakan golongan mayoritas menghalang-halangi dan menghancurkan Mesjid Taqwa Muhammadiyah.
Menurut Dadang, pembinaan umat untuk merajut persatuan dan kesatuan sesama anak bangsa perlu digalakkan kembali. Kemudian pemerintah harus berdiri di tengah secara adil, dan tidak berpihak kecuali kepada konstitusi.
"Para pemimpin agama harus bisa memberi contoh pada umat di grassroot (akar rumput) tetang makna kebersamaan dalam keragaman berbagai kelompok keagamaan. Jangan ada dominasi suatu kelompok agama dan dikriminasi terhadap kelompok agama lain, dan itu telah ditanamkan di kalangan Muhammadiyah," ujar Dadang.
Sementara Muhammadiyah di Kabupaten Bireuen, termasuk di Desa Sangso bukan pendatang baru. Melainkan sudah ada sejak tahun 1930-an.
Pendirian masjid tersebut telah sesuai dengan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2016, tanggal 28 Juli 2016 tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Tempat Ibadah. Ketentuan tersebut telah menghapus syarat-syarat berdasarkan SKB Pendirian Rumah Ibadah, khusus untuk pendirian Mesjid di NAD. Selain itu juga telah diterbitkan IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) untuk pendirian tersebut.
Kemudian sesuai Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 9 Tahun 2006 dan Nomor : 8 Tahun 2006 terkait dengan jumlah pengguna Mesjid, dan pendukung pendirian masjid.