Sabtu 05 Nov 2022 16:57 WIB

Cerita Biksu Phra Prasert Panyawaro yang Bermimpi Menonton MU di Old Trafford

Ia sadar tak akan pernah diizinkan pergi ke Old Trafford sebagai seorang biksu.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Endro Yuwanto
Para pemain Manchester United merayakan kemenangan di Stadion Old Trafford.
Foto: Laurence Griffiths, Pool via AP
Para pemain Manchester United merayakan kemenangan di Stadion Old Trafford.

REPUBLIKA.CO.ID, EDINBURGH -- Sebelum Phra Prasert menjadi biksu, dia bermimpi untuk menonton Manchester United (MU) di Old Trafford, sejak melihat klub itu tampil di TV pada masa kecilnya. Waktu itu, ia hanya menonton pertandingan selama 30 menit ketika mengunjungi rumah temannya. Waktu menonton yang singkat itu sudah cukup bagi dia jatuh cinta kepada MU.

Tetapi mimpi untuk menonton MU langsung di Old Trafford harus ia lupakan. Pasalnya tak lama kemudian, pada usia 12 tahun, ia pindah ke sebuah biara di Thailand untuk memulai hidup sebagai biksu Buddha Theravada. Pilihan hidup yang harus ia jalani.

Baca Juga

Di sana ia harus menjalani cara hidup penuh dengan disiplin. Ia wajib mengikuti 227 aturan yang disebut dengan sila. Dia tak merayakan ulang tahun, tidak menonton TV, pergi ke bioskop, mengendarai sepeda, berlari, mengendarai mobil, makan setelah setengah hari, atau dilarang mengunjungi stadion sepak bola.

Sekarang usianya sudah 37 tahun dan hidup sebagai biksu kepala di sebuah kuil Buddha Edinburgh, Skotlandia. Baru-baru ini ia berbicara kepada BBC Skotlandia tentang perjalanan hidupnya dan mimpinya menonton MU di Old Trafford.

"Ketika saya masih kecil, saya melihat Manchester United bermain di TV dan saya masih ingat kipernya, Peter Schmeichel," kata Prasert.

Ia bermimpi pergi ke Old Trafford untuk menonton MU bermain. Namun ia sadar tak akan pernah bisa ke sana karena tak akan diizinkan pergi sebagai seorang biarawan. "Sebagai manusia, kami memiliki perasaan yang sama seperti orang lain, tetapi kami tahu bagaimana mengendalikan diri dan pikiran kami,” ujarnya.

Prasert adalah anak tengah dari tujuh bersaudara. Ia dibesarkan di persawahan dan peternakan kerbau milik orang tuanya di Provinsi Sri Sa Kat, di Thailand. Ketika kakak-kakaknya meninggalkan rumah, dia bekerja di sekitar pertanian dan membantu merawat adik-adiknya.

"Saya merasa saya harus bermain sepak bola dengan teman-teman dan hal-hal lain seperti itu, tetapi karena saya adalah anak tertua dari anak-anak yang tersisa, saya harus melakukan banyak hal seperti memasak dan membersihkan," kenangnya.

Dan pada usia 11 tahun, ia memberitahu orang tuanya bahwa ingin bergabung dengan biara dan berlatih sebagai biksu untuk membuat mereka bangga. Pada usia 12 tahun, dia baru dikirim belajar ke provinsi lain yang jaraknya ratusan mil dari rumah. Sejak saat itu ia jarang melihat keluarganya.

Tetapi dia memiliki cara agar tetap bisa memantau keadaan ibunya yakni dengan memasang CCTV di seluruh rumahnya. Ayahnya meninggal karena diabetes.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement