REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan ia siap untuk berjuang sekali lagi dalam pemilihan umum untuk menyingkirkan pemerintah yang selalu dipimpin "penjahat". Meski bila ia harus kembali bekerja sama dengan rival lamanya Anwar Ibrahim.
Politisi berusia 97 tahun itu pernah menjabat sebagai perdana menteri selama dua puluh tahun dan sempat kembali menjabat sampai dua tahun yang lalu. Kini ia memimpin salah satu dari beberapa koalisi oposisi untuk menjatuhkan Barisan Nasional dalam pemilu 19 November mendatang.
Barisan yang dipimpin Perdana Menteri pejawat Sabri Yaakob terlibat dalam kasus korupsi. Dalam pemilu tahun 2018 lalu Mahathir kembali dari masa pensiunnya dan menggabungkan kekuatan dengan Anwar untuk menjatuhkan pemerintah Barisan yang menghadapi skandal korupsi 1MDB.
Mahathir berjanji untuk menyerahkan kekuasaan pada Anwar tapi koalisi multi-etniknya ambruk dalam 22 bulan karena pertikai internal. Sehingga koalisi Barisan yang dipimpin partai nasional Melayu, UMNO kembali berkuasa.
Menurut pengamat suara di negara mayoritas muslim Melayu itu akan terpecah antara berbagai partai Melayu yang muncul di tengah gejolak termasuk partainya Mahathir. Mahathir mengatakan ini akan menjadi pemilihan umum terakhirnya.
"Melawan Melayu jahat, penjahat Melayu, melawan Melayu yang menghancurkan negara ini," kata Mahathir, Selasa (8/11/2022).
Beberapa pemimpin UMNO menghadapi dakwaan korupsi saat pemerintahan Mahathir berkuasa. Termasuk mantan Perdana Menteri Najib Razak yang dipenjara selama 12 tahun setelah dinyatakan bersalah bulan September lalu dalam kasus yang berkaitan dengan 1MDB. Najib membantah melanggar hukum.
Ras dan agama menjadi isu yang memecah belah di Malaysia yang multietnik. Di mana etnik minoritas China dan India memiliki sepertiga suara.
Jajak pendapat menunjukkan pemilihan kali ini berjalan dengan ketat. Tidak ada partai atau blok yang mendapatkan suara mayoritas. Mahathir mengatakan ia tidak akan bekerja sama dengan UMNO karena kasus korupsinya.