REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Kekhawatiran keamanan siber telah diangkat pada pembicaraan konferensi iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) COP27. Aplikasi smartphone resmi acara tersebut dilaporkan memiliki wewenang penuh untuk memantau lokasi, percakapan pribadi, dan foto.
Sekitar 35 ribu orang diperkirakan akan menghadiri konferensi iklim selama dua minggu di Mesir. Aplikasi tersebut telah diunduh lebih dari 10 ribu kali di Google Play, termasuk oleh pejabat dari Prancis, Jerman, dan Kanada.
Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi Mesir mengembangkan aplikasi untuk delegasi konferensi tersebut. Ini dimaksudkan untuk membantu peserta dalam menavigasi konferensi dengan lancar.
"Pemerintah Mesir mungkin telah mempersenjatai aplikasi dan sekarang memiliki kemampuan untuk mengawasi semua peserta konferensi," ujar ahli dalam ilmu data dan keamanan siber David Bader kepada //Aljazirah//.
Analis memperingatkan aplikasi COP27 dapat secara ekstensif memantau pergerakan dan komunikasi pengguna. Aplikasi ini juga mampu membaca surel pengguna dan pesan terenkripsi, merekam percakapan telepon, bahkan memindai seluruh perangkat untuk informasi sensitif.
Bader mencatat sementara pengembang menyatakan aplikasi tidak mengumpulkan data, tetapi anehnya aplikasi tersebut memiliki kemampuan untuk mengakses nama pengguna, nomor telepon, dan surel. Kemampuan ini diklaim untuk fungsionalitas aplikasi dan menambahkan foto pengguna untuk manajemen akun.
"Apakah Anda ingin orang asing mengakses foto pribadi Anda, apalagi pemerintah asing?” Bader memberikan peringatan mungkin ada lebih banyak hal yang terjadi secara sembunyi-sembunyi dengan aplikasi tersebut.
Sebagian besar aplikasi meminta izin untuk mengakses berbagai aspek ponsel pintar, termasuk lokasi untuk fungsi GPS atau kamera untuk media sosial. Namun profesor keamanan siber di Ulster University Kevin Curran menyatakan, pengguna harus berhati-hati.
"Kita harus bertanya apakah masing-masing izin ini diperlukan,” kata Curran menggambarkan aplikasi COP27 sebagai sangat mengganggu.
"Dalam hal ini, sulit untuk mengidentifikasi bukti yang kuat. Yang tidak dapat kami pastikan adalah apakah pemerintah Mesir menggunakan ini untuk pengumpulan data,” kata Curran.
Curran mencatat, aplikasi itu dapat terus memberikan informasi tentang pengguna bahkan setelah konferensi iklim berakhir pada 18 November. Menurut analisis aplikasi oleh grup media Amerika Serikat Politico, itu dapat memantau komunikasi bahkan ketika perangkat dalam mode tidur.
Bagi pihak-pihak yang khawatir tentang aplikasi COP27, pakar keamanan siber merekomendasikan untuk menggunakan perangkat sekunder, sambil menyadari bahwa percakapan mereka dan komunikasi lainnya dapat dipantau. Sedangkan yang sudah mengunduh aplikasi harus menghapusnya sebagai langkah pertama dalam pencegahan.
Duta Besar COP27 Mesir Wael Aboulmagd mengecam spekulasi pencurian data. Dia mengatakan, penilaian keamanan siber telah selesai dan tuduhan memata-matai tersebut tidak mungkin dilakukan.
"Saya diberitahu betapa tidak mungkin, atau secara fisik atau teknis tidak mungkin menggunakan aplikasi itu menyebabkan gangguan," ujar Aboulmagd.
Aboulmagd menegaskan, aplikasi itu juga berada di Google Play dan Apple Store sehingga tidak mungkin fitur pengumpulan data bisa dilakukan karena kedua perusahan itu tidak pernah mengizinkan dengan pertimbangan protokol keamanan. "Ada penilaian keamanan siber yang dilakukan dan itu membantahnya sepenuhnya,” katanya.
Tapi Bader memperingatkan delegasi dengan aplikasi yang berada di ponsel tetap membuat rentan. “Intelijen dapat dikumpulkan tidak hanya tentang posisi mereka dalam perubahan iklim, tetapi juga pada negosiasi perdagangan, kegiatan politik, dan operasi militer,” katanya.
Beberapa aktivis hak asasi manusia telah mengkritik keputusan Mesir untuk menjadi tuan rumah COP27. Penolakan itu mengutip rekam jejak panjang sikap dalam menindak pihak yang perbedaan pendapat politik dengan puluhan ribu orang diperkirakan telah dipenjara. Sejumlah peserta telah berbagi bahwa WiFi di konferensi iklim memblokir akses ke situs web seperti Human Rights Watch dan media independen Mesir Mada Masr, serta Aljazirah.