REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia memegang Presidensi G20 tahun 2022 hingga puncaknya yaitu perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang diadakan di Nusa Dua, Bali pada 15-16 November mendatang. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 merupakan forum yang dinilai efektif dalam mengatasi krisis global. Pasalnya, secara kolektif, anggota G20 merepresentasikan lebih dari 80 persen perekonomian dunia, 75 persen perdagangan internasional, dan 60 persen populasi dunia.
Keberlangsungan Presidensi G20 Indonesia akan mampu terus mendorong terciptanya solusi bagi berbagai krisis global termasuk kesepakatan ketersediaan pangan untuk bisa mengatasi ancaman krisis pangan global.
Peran Indonesia dalam hal tersebut menjadi sorotan bagi perekonomian global. Kesepakatan-kesepakatan yang muncul tidak terlepas dari performa perekonomian Indonesia yang dinilai cakap untuk memimpin G20.
Ekonom INDEF Andry Satrio Nugroho mengatakan, negara G20 akan berkomitmen bersama-sama dalam mengatasi krisis pangan global. “Memang mereka sudah berkomitmen untuk bersama-sama setidaknya punya urgensi terkait krisis pangan, karena salah satu persoalan krisis pangan yaitu nutrisi dan kemiskinan,“ kata Andri, Kamis (10/11/2022)
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga menegaskan bahwa kunci utama dalam mengatasi masalah krisis pangan global adalah dengan bersatu dan berkolaborasi dalam mengatasi krisis pangan global secara bersama-sama. "Tidak boleh ada negara yang terlewatkan dan tertinggal, kolaborasi adalah kunci untuk mengatasi tantangan saat ini dan di masa datang," ujar Syahrul.
Sejalan dengan hel tersebut, Indonesia sebagai Presidensi G20 menjadi penggerak dan pendorong dalam upaya transisi energi berkelanjutan. Hal ini terbukti dari komitmen pemerintah dalam penggunaan kendaraan listrik selama Presidensi G20 Indonesia tahun 2022.
Selain itu, dalam komitmen penerapan transisi energi berkelanjutan, pemerintah menginisiasi dalam menyusun Peta Jalan Net Zero Energy 2060 bersama dengan Badan Energi International (IEA).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, dalam upaya transisi energi berkelanjutan, pihaknya akan memperbanyak penggunaan energi listrik dan penggunaan beberapa variable energi terbarukan.
"Sebagai bagian dari upaya itu, pembangkit listrik yang dibangun setelah 2030 hanya akan menggunakan energi baru dan terbarukan. Mulai tahun 2035, pembangkit listrik akan didominasi oleh berbagai variabel energi terbarukan, sedangkan pembangkit listrik tenaga nuklir, akan masuk dalam sistem ini, pada awal tahun 2040," kata Arifin.
Presidensi G20 Indonesia dalam KTT G20 yang akan dilaksanakan di Bali akan membahas tiga isu prioritas, salah satunya adalah transisi energi berkelanjutan. Untuk itu, Forum G20 dapat menghasilkan beberapa kesepakatan konkret dalam mendukung Peta Jalan Transisi Energi untuk mempercepat transisi energi bersih, berkelanjutan, adil, terjangkau dan inklusif.