REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Tanda pemisah muncul di penyeberangan perbatasan utara Italia dengan Prancis pada Ahad (13/11/2022). Tanda ini muncul menyusul keputusan Paris untuk memperkuat pengaturan perbatasan atas pertikaian diplomatik dengan Roma tentang kebijakan migrasi dan kapal penyelamat kemanusiaan yang tidak menunjukkan akhir.
Prancis mengumumkan minggu ini akan mengirim 500 petugas tambahan untuk memperkuat perbatasannya dengan Italia. Pengerahan petugas tambahan itu sebagai pembalasan atas keterlambatan Italia dalam membantu kapal kemanusiaan yang menyelamatkan para migran di Mediterania.
Penyeberangan Ventimiglia-Menton di sepanjang pantai Mediterania sering menjadi titik nyala perdebatan migran. Kamp-kamp darurat yang memberikan perlindungan bagi para migran yang mencoba menyeberang ke Prancis setelah tiba di Italia.
Polisi berpatroli di kereta api dan jalan melintasi perbatasan pada Ahad, menghentikan para migran. Di sepanjang jalan pantai berkelok-kelok yang menghubungkan kedua negara bertetangga itu, lalu lintas mengalir bebas dari Prancis ke Italia, tetapi nyaris tidak merayap ke arah sebaliknya.
Reporter Associated Press melihat polisi perbatasan Prancis menghentikan hampir setiap mobil, membuat pengemudi membuka bagasi dan menaiki kendaraan besar seperti van kemping. Di belakang mereka berdiri tanda perbatasan dengan kata "ITALIA" dengan latar belakang biru dan dikelilingi oleh bintang emas bendera Uni Eropa, simbol blok yang prinsip kerja sama lintas batasnya sedang diuji oleh ketegangan Prancis-Italia saat ini.
Setelah kebuntuan selama berminggu-minggu, Italia mengizinkan tiga kelompok bantuan untuk menurunkan penumpang di pelabuhan Italia karena dokter menentukan bahwa mereka semua rentan, tetapi menolak masuk perahu keempat. Kapal penyelamat amal Ocean Viking yang telah berada di laut selama hampir tiga minggu, akhirnya berlabuh di Toulon, Prancis setelah pemerintah negara itu dengan enggan menerimanya.
Pemerintah baru sayap kanan Italia yang dipimpin oleh Perdana Menteri Giorgia Meloni telah bersumpah bahwa negara itu tidak akan lagi menjadi pelabuhan masuk utama bagi para migran yang berangkat dengan kapal penyelundup dari Libya. Pemerintahannya menuntut Eropa berbuat lebih banyak untuk memikul beban dan mengatur kelompok bantuan yang mengoperasikan kapal penyelamat di Mediterania.