REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abdullah bin Ummi Maktum juga dikenang dalam konteks turunnya beberapa surat Alquran.
Pertama, asbabun nuzul surah Abasa sebanyak 16 ayat sekaligus. Ketika itu, ia hendak menemui Nabi SAW karena ingin menanyakan perihal hukum suatu perkara.
Namun, pada saat bersamaan beliau sedang menerima kedatangan sejumlah petinggi Quraisy.
“Wahai Rasulullah, ajarkan kepadaku hukum Allah tentang hal ini dan ini,” kata sahabat yang buta itu.
Akan tetapi, Nabi Muhammad SAW justru kali ini memalingkan wajahnya dari sahabat tersebut. Allah SWT lalu menurunkan 16 ayat surat Abasa kepada beliau.
عَبَسَ وَتَوَلَّىٰٓ # أَن جَآءَهُ ٱلْأَعْمَىٰ # وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُۥ يَزَّكَّىٰٓ # أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنفَعَهُ ٱلذِّكْرَىٰٓ # أَمَّا مَنِ ٱسْتَغْنَىٰ # فَأَنتَ لَهُۥ تَصَدَّىٰ# وَمَا عَلَيْكَ أَلَّا يَزَّكَّىٰ # وَأَمَّا مَن جَآءَكَ يَسْعَىٰ # وَهُوَ يَخْشَىٰ # فَأَنتَ عَنْهُ تَلَهَّىٰ # كَلَّآ إِنَّهَا تَذْكِرَةٌ #فَمَن شَآءَ ذَكَرَهُۥ# فِى صُحُفٍ مُّكَرَّمَةٍ # مَّرْفُوعَةٍ مُّطَهَّرَةٍۭ # بِأَيْدِى سَفَرَةٍ # كِرَامٍۭ بَرَرَةٍ#
"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)? Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serbacukup maka kamu melayaninya. Padahal, tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).
Dan, adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera. Sedang ia takut kepada (Allah) maka kamu mengabaikannya, sekali-kali jangan! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan. Maka, barang siapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya. Di dalam kitab-kitab yang dimuliakan. Yang ditinggikan lagi disucikan. Di tangan para penulis (malaikat). Yang mulia lagi berbakti." (QS Abasa ayat 1-16).
Kalamullah lainnya yang turun berkenaan dengan keadaan Ibnu Ummi Maktum adalah surat An Nisa ayat 95. Beberapa waktu seusai Perang Badar, turun firman Allah SWT yang menyatakan:
لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ ۚ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً ۚ وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.”
Mendengar ayat itu, Ibnu Ummi Maktum kemudian berdoa kepada-Nya. Sang sahabat sungguh ingin turut berjihad, tetapi kebutaan yang dialaminya tidak memungkinkan hal itu. Maka turunlah wahyu kepada Rasul SAW, yakni an-Nisa ayat 95. Dalam ayat itu dijelaskan bahwa mereka yang memiliki keterbatasan fisik diberikan dispensasi untuk tak ikut berperang.