Ahad 20 Nov 2022 19:20 WIB

Amal Apakah yang Paling Allah Cintai?

Rasulullah pertanya ditanya, amal apakah yang paling Allah cintai?

Takwa (ilustrasi).
Foto: alifmusic.net
Takwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Pada suatu masa, seseorang menyampaikan pertanyaan kepada Muhammad SAW. "Amal apakah yang paling Allah SWT cintai?" Seketika, orang itu memperoleh jawaban dari Muhammad, "Shalat tepat pada waktunya." Menurut Amr Khaled, cendekiawan Muslim asal Mesir, pernyataan Rasul mengingatkan pada Muslim mengenai berharganya waktu yang mereka miliki.

Banyak keterangan dalam hadis dan Alquran yang mengaitkan segala kegiatan dengan waktu. Bagi dia, ini menandakan betapa pentingnya waktu. Rasulullah mengingatkan perihal masa. Pada hari kiamat kelak, kaki manusia tak akan bergeser dari hadapan Tuhan sebelum ditanya mengenai empat hal penting, yaitu bagaimana umurnya selama hidup dipergunakan. Masa mudanya dihabiskan untuk apa saja.

Baca Juga

Harta kekayaan yang dinikmati di dunia diperoleh dan dibelanjakan ke mana saja serta apa yang diperbuat seseorang dengan ilmunya. Dalam pandangan Khaled, seorang Muslim akan diminta pertanggungjawaban atas menit demi menit yang dibelanjakannya selama di dunia. Tak ada secuil pun yang berlalu dalam kesia-siaan.

"Sangat menggembirakan kalau setiap waktu terisi oleh ibadah dan kegiatan bermanfaat," kata Khaled dalam bukunya, Buku Pintar Akhlak. Ulama besar Ibnu Qayyim mengatakan, sangat penting bagi seseorang memaknai hidup dan menyadari berlalunya setiap menit dari kehidupannya. Setiap embusan napas yang berlalu tanpa ketaatan kepada Allah akan melahirkan kerugian bagi orang tersebut.

Seharusnya, masa yang berlalu telah membawa Muslim melahirkan manfaat bagi dirinya, keluarganya, agama, masyarakat, dan bangsanya. Lebih jauh, ulama lainnya, Hasan al-Bashri, melontarkan nasihat berguna. Menurut dia, setiap kali mentari terbit, hari menyampaikan seruannya, "Hai manusia, aku hari baru. Aku menyaksikan amalmu. Manfaatkan aku dan berbekal dariku."

Jika hari telah pergi, tak mungkin ditarik kembali. Ia menyatakan, itu berarti sebagian kehidupan yang ada pada diri manusia juga telah pergi. Betapa pentingnya waktu membuat ulama ternama al-Muhasibi menyampaikan pernyataan, "Demi Allah, seandainya waktu dapat dibeli dengan uang tentu aku akan belanjakan semua hartaku."

Ia bertekad menggunakan waktunya demi kejayaan Islam. Ada sekelompok orang yang penasaran dengan sikapnya dan bertanya dari mana al-Muhasibi membeli waktu. "Dari orang-orang yang menganggur," kata al-Muhasibi tegas. Pada sebuah kesempatan, kata Amr Khaled, ia melihat orang tua di sebuah masjid. Di sana ada sekelompok pemuda.

Si orang tua memandang mereka kemudian menangis. Dia bertanya kepada orang itu, menangis dan meluncurlah rahasia dari bibirnya. "Aku terbiasa mendatangi masjid dan shalat tatkala sudah tua. Aku melihat para pemuda itu dan menangis karena telah menyiakan usiaku dengan tidak mengenal shalat sebelumnya. Alangkah beruntungnya para pemuda itu."

Ia mengatakan, berbagai krisis yang terjadi pada umat Islam sekarang ini akibat alamiah dari umat yang menganggur dan membuang-buang waktu. Tak adanya kemauan tinggi dari umat untuk melakukan perubahan akan membuat keadaan lebih buruk. Pantas, ujar dia, orang asing yang giat dan datang ke negeri Muslim mampu mengambil kekayaan negeri-negeri yang didatanginya.

Padahal sebelumnya, banyak Muslim mengukir prestasi dengan memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Mereka sarat tekad dan kuat mengelola waktu. Seseorang meminta Ibnu Qayyim al-Jawzi untuk berhenti sejenak untuk bercakap-cakap. Ia dengan tegas menyatakan, "Hentikanlah matahari kalau bisa." Ia tak ingin membuang waktu percuma.

Ibnu Aqil menulis sebuah kitab besar berjudul Al-Funun yang terdiri atas 800 jilid. Di usianya yang ke-80 tahun, ia mengatakan, dengan umurnya itu ia berkeinginan menggunakannya seperti waktu berusia 20 tahun. Ia memilih cara makan tak seperti orang kebanyakan guna menghemat waktu sehingga lebih banyak kesempatan menulis buku.

Ia menuangkan air pada makanannya sehingga menjadi bubur dan ia makan dengan cepat-cepat sehingga dapat menghemat waktu. Sosok lainnya, Usamah bin Zaid. Ia telah memimpin pasukan sejak usianya 16 tahun.Ia tidaklah memimpin orang-orang sembarang, tetapi para sahabat utama Nabi Muhammad. Menurut Nabi, Usamah memang pantas memimpin pasukan.

sumber : Republika
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement