REPUBLIKA.CO.ID, Tren pemutusan hubungan kerja yang terjadi di perusahaan rintisan atau sektor teknologi terus berlanjut. Bahkan, perusahaan selevel Decacron seperti Shoope dan GoTo, hasil merger antara Gojek dan Tokopedia, pun terpaksa melakukan PHK.
GoTo misalnya baru pekan lalu melakukan PHK kepada 1.300 karyawannya. Begitu juga dengan Ruangguru yang melakukan PHK ratusan karyawannya.
Perusahaan teknologi yang begitu perkasa dan naik di masa pandemi, atau bisa disebut Pandemic Darling, kini mulai 'bersih-bersih'beban operasional. Mereka yang menarik banyak karyawan, bahkan di masa pandemi, karena meningkatnya penggunaan teknologi terpaksa mulai melakukan perampingan.
Sebagian pihak menilai hal ini terjadi mismanajemen dan seretnya pendanaan dari investor. Sementara pakar lain menilai, era promosi besar-besaran alias bakar duit, mulai ditinggalkan.
Pengamat yang juga Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, kepada Republika, misalnya menyebut PHK terjadi karena ada mismanagement di internal startup. Selain itu juga karena pendanaan yang makin berat seiring suramnya perekonomian global di 2023.
Apalagi, ungkap Bhima kebanyakan startup yang melakukan PHK massal merupakan pandemic darling, atau perusahaan yang meraup kenaikan GMV (Gross Merchandise Value) selama puncak pandemi 2020-2021. Valuasi yang tinggi membuat perusahaan tersebut dipersepsikan mudah cari pendanaan baru. Padahal, agresifitas ekspansi perusahaan digital ternyata saat ini tidak sebanding dengan pencarian dana baru dari investor.
Banyak investor terutama asing kini menjauhi perusahaan dengan valuasi tinggi tapi secara profitabilitas rendah, atau model bisnisnya tidak berkelanjutan. Apalagi ekspansi agresif termasuk dalam perekrutan membuat biaya operasional membengkak. Beban ini, tutur Bhima, mau tak mau musti dilepaskan.
Secara jangka pendek, Head of Investment Information, Mirae Asset Sekuritas Roger MM, langkah PHK ini akan memengaruhi minat investor untuk mengoleksi saham-saham startup atau raksasa teknologi. Investor bisa menilai optimisme yang di bangun sejak awal justru menimbulkan dampak PHK. Akan tetapi, makin lama, investor makin cermat mengetahui emiten yang memiliki kinerja positif dari sektor teknologi walaupun tekanan ekonomi masih terjadi.
Di sisi lain Roger sadar PHK Startup memang sebuah keniscayaan karena tantangan ekonomi terkait inflasi dan kemungkinan terjadinya resesi. Sehingga, perampingan dirasa perlu untuk menjaga performa. "Namun, bisa dimaknai positif agar perusahaan lebih ramping dan efisien," ucap Roger.
Berebut investor di 2023
Seretnya perekonomian tentu membuat perusahaan modal ventura atau investor, yang sebagian besar berasal dari luar negeri, pilih-pilih atau bahkan irit dalam menyuntik dananya. Sementara kebiasaan masyarakat di Indonesia, yang selalu mengejar promo, terpaksa membuat perusahaan rintisan, menggelar promosi untuk menarik minat pengguna.
Oleh karena 2023 bisa jadi tahun yang cukup berat bagi perusahaan rintisan baik fintech, edutech, hingga healthtech dalam mengejar pendanaan baru. Perusahaan rintisan juga perlu mengubah atau beradaptasi dengan aturan, karena adanya standarisasi QRIS, banyak pengguna dompet digital yang kembali ke mobile banking.
Perlindungan karyawan
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengingatkan jika PHK ini tidak diatasi, akan menyusul gelombang-gelombang berikutnya pada perusahaan rintisan dalam negeri. Padahal, mayoritas perusahaan rintisan dalam negeri mendapatkan suntikan modal dari luar negeri. Sementara dunia ekonomi global masih lesu dan tengah mengencangkan pinggang menuju 2023.
Selain itu, Kementerian Tenaga Kerja perlu memastikan jika karyawan perusahaan rintisan yang terkena PHK bisa mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan. Sementara di sisi lain, perlu alternatif dunia kerja yang bisad dilakukan oleh karyawan perusahaan rintisan yang terkena PHK.