REPUBLIKA.CO.ID, MADRID -- Ribuan orang turun di jalan di Madrid dan Barcelona pada Jumat (25/11/2022) lalu. Pawai dan unjuk rasa sore itu untuk menandai Hari Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan Internasional.
Di Madrid, para pengunjuk rasa mengenakan pakaian ungu. Mereka berpawai di Gran Via di pusat kota itu itu sambil membawa spanduk dan meneriakkan slogan seperti "tidak adalah tidak, selain itu pemerkosaan."
Selain itu juga ada teriakan "kami perempuan bukan barang." Di Barcelona para pengunjuk rasa memukul drum dan menyalakan kembang api.
Sejak Spanyol menghitung jumlah perempuan yang tewas dibunuh pada tahun 2003, Kementerian Kesetaraan sudah 1.171 perempuan tewas karena kekerasan gender. Sepanjang 2022 sudah 38 perempuan tewas dibunuh.
"Saya datang ke sini karena masalah kekerasan gender, karena semua kematian yang terjadi, penganiayaan pada perempuan," kata seorang guru dan warga Madrid, Susana Rita, 42 tahun.
Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez meminta laki-laki untuk maju untuk menghentikan budaya macho. "Kekerasan laki-laki realitas tragis yang memalukan kami setiap hari," katanya di acara Partai Sosialis.
Unjuk rasa digelar setelah hukuman penjara beberapa pria dikurangi karena celah dari undang-undang baru hukuman bagi pelaku kekerasan seksual. Hal ini memicu kemarahan dan debat panas antara politisi.
Undang-undang yang dikenal "hanya ya maka ya" yang mengklasifikasikan setiap hubungan seks tanpa konsensual sebagai pemerkosaan meringankan hukuman beberapa kejahatan seksual.
Kantor berita Europa Press melaporkan setidaknya hukuman penjara 11 terdakwa pelaku pelecehan seksual dikurangi. Lima orang bahkan dibebaskan.
Teriakan "hanya ya maka ya" bergema dalam unjuk rasa Jumat sore di Spanyol.