Senin 28 Nov 2022 18:59 WIB

Komnas Perempuan: Jangan Menstigma Korban Kekerasan Seksual

Takut dapat stigma perempuan tidak baik, korban kekerasan seksual jadi enggan lapor.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Reiny Dwinanda
Perempuan korban kekerasan seksual (ilustrasi). Komnas Perempuan mendorong masyarakat, terutama perempuan, untuk berani berbicara dan melaporkan jika menjadi korban kekerasan atau pelecehan.
Foto: www.freepik.com
Perempuan korban kekerasan seksual (ilustrasi). Komnas Perempuan mendorong masyarakat, terutama perempuan, untuk berani berbicara dan melaporkan jika menjadi korban kekerasan atau pelecehan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia masih menjadi persoalan serius. Berdasarkan data yang dihimpun Komnas Perempuan, sepanjang tahun 2021 terdapat 338.496 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan, naik 112.434 kasus dari tahun 2020.

Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad mengatakan, tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan tak lepas dari budaya patriarki yang masih mengakar di Indonesia yang memandang perempuan sebagai objek seksual. Selain itu, kasus kekerasan perempuan terjadi karena rendahnya pengetahuan perempuan tentang kekerasan seksual.

Baca Juga

"Sering kali, korban itu tidak tahu apakah yang dia alami termasuk kekerasan atau bukan. Padahal, dimarahi atau dibentak saja itu bisa termasuk kekerasan verbal, apalagi yang main fisik dan meninggalkan bekas luka, itu adalah kekerasan," jelas Bahrul dalam seminar yang digelar grup Accor di Mercure Jakarta Kota, Jakarta, Senin (28/11/2022).

Bahrul pun mendorong masyarakat, terutama perempuan, untuk berani berbicara dan melaporkan jika menjadi korban kekerasan atau pelecehan. Setelah disahkannya UU No 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), kesaksian korban bisa menjadi alat bukti untuk menjerat pelaku.

Meski demikian, Bahrul tak memungkiri masih banyak korban yang tak berdaya atau takut melaporkan kekerasan yang dialaminya. Alasannya pun beragam, seperti takut mendapat stigma sebagai perempuan tidak baik, takut disalah-salahkan, dan takut dianggap perempuan kotor atau najis.

Selain itu, banyak juga perempuan yang takut melaporkan kekerasan seksual yang dialami karena tersandung relasi kuasa. Hal ini biasanya terjadi di lingkungan kerja, di mana pelaku merupakan atasan korban.

"Jadi saya mohon agar masyarakat lebih membuka mata dan fakta bahwa kekerasan itu masalah serius, apalagi kekerasan seksual, dan jangan sampai menyalahkan korban, atau baju yang dipakai korban, karena banyak yang jadi korban, tapi dia berhijab atau bercadar," kata Bahrul.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement