REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Komite Urusan Luar Negeri Parlemen Inggris diagendakan mengunjungi Taiwan pekan ini. Kunjungan tersebut diprediksi akan memicu kemarahan China.
“Kunjungan ke Taiwan ini telah lama menjadi prioritas Komite Urusan Luar Negeri,” kata Ketua Komite Urusan Luar Negeri Parlemen Inggris Alicia Kearns, Selasa (29/11/2022).
Dalam kunjungan tersebut, Komite Urusan Luar Negeri akan bertemu Presiden Taiwan Tsai Ing-wen dan pejabat-pejabat tinggi lainnya. “Berbagai tantangan terhadap keamanan dan kemakmuran di seluruh dunia membuat hubungan yang konstruktif antara negara-negara demokrasi, seperti yang dinikmati oleh Inggris dan Taiwan, menjadi semakin penting,” ucap Kearns.
Lawatan itu merupakan bagian dari kerja komite yang memeriksa pergeseran kebijakan luar negeri Inggris terhadap kawasan Indo-Pasifik. Sejak hengkang dari Uni Eropa, Inggris sudah mengidentifikasi Indo-Pasifik sebagai prioritas ekonomi dan diplomatik.
Komite adalah badan parlementer, terpisah dari pemerintah dan terdiri dari anggota parlemen terpilih dari berbagai partai. Ia meneliti kebijakan pemerintah, tapi tidak memiliki kekuatan hukum.
Pada 2-3 Agustus lalu, Ketua House of Representatives Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi melakukan kunjungan ke Taiwan. Dalam lawatannya, Pelosi menegaskan dukungan AS untuk Taipei. Kunjungan Pelosi tersebut segera memantik kemarahan China.
Menanggapi kunjungan Pelosi, Beijing menggelar latihan militer besar-besaran di Selat Taiwan pada 4-7 Agustus lalu. Dalam latihan itu, China mengerahkan seluruh armadanya, yakni udara, darat, dan laut. Beijing bahkan menguji peluncuran rudal balistik. Latihan tersebut tak pelak memanaskan tensi di Selat Taiwan.
China diketahui mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Namun Taiwan berulang kali menyatakan bahwa ia adalah negara merdeka dengan nama Republik China. Taiwan selalu menyebut bahwa Beijing tidak pernah memerintahnya dan tak berhak berbicara atas namanya. Situasi itu membuat hubungan kedua belah pihak dibekap ketegangan dan berpeluang memicu konfrontasi.
AS, walaupun tak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Taiwan karena tunduk pada kebijakan "Satu China", tetap mendukung Taipei dalam menghadapi ancaman Negeri Tirai Bambu. Hal itu yang akhirnya memanaskan hubungan Beijing dengan Washington.