Kamis 01 Dec 2022 13:29 WIB

BPS Catat Laju Inflasi Beras Mulai Melemah

Angka inflasi beras sepanjang November jauh lebih kecil dari September

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pedagang menunjukkan beras kualitas premium di kiosnya di Pasar Kosambi, Kota Bandung. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat komoditas beras masih mengalami inflasi hingga November 2022. Namun, angka inflasi beras mulai mengalami penurunan dari bulan-bulan sebelumnya.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Pedagang menunjukkan beras kualitas premium di kiosnya di Pasar Kosambi, Kota Bandung. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat komoditas beras masih mengalami inflasi hingga November 2022. Namun, angka inflasi beras mulai mengalami penurunan dari bulan-bulan sebelumnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat komoditas beras masih mengalami inflasi hingga November 2022. Namun, angka inflasi beras mulai mengalami penurunan dari bulan-bulan sebelumnya.

Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto, menjelaskan laju inflasi beras hingga November mencapai 0,37 persen month to month (mtm). Kendati demikian, angka inflasi itu lebih kecil dari periode Oktober yang mencapai 1,13 persen mtm.

"Sejak Juli, beras terus mengalami inflasi namun dengan tekanan inflasi yang semakin melemah," katanya menambahkan.

Secara berturut, inflasi beras pada Juli 2022 sebesar 0,05 persen mtm, kemudian meningkat jadi 0,54 persen mtm di periode Agustus. Memasuki September inflasi beras melonjak 1,44 persen mtm dan mulau turun menjadi 1,13 persen pada Oktober.

Setianto mengatakan, produksi beras pada bulan November diproyeksi mencapai 2,24 juta ton atau turun dari periode Oktober sebesar 2,43 juta ton.

Sementara penurunan produksi tersebut, harga beras tercatat mengalami kenaikan menjadi Rp 11.877 per kg pada November dari Rp 11.837 per kg bulan Oktober.

Menurut Setianto, faktor penawaran dan permintaan secara umum menjadi penyebab kenaikan harga beras akhir tahun ini. Di sisi lain, terdapat kenaikan biaya produksi di tingkat produsen yang berdampak pada harga jual kepada konsumen.

"Kenaikan harga beras dalam empat bulan terakhir dipengaruhi oleh efek musiman seperti penurunan produksi beras menjelang akhir tahun dan penyesuaian harga BBM," kata Setianto dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (1/12/2022).

Pakar Pertanian IPB University, Hermanto Siregar, mengatakan, memang terdapat keseimbangan baru dalam harga beras pasca kenaikan harga BBM. Sebab, kegiatan pertanian saat ini mulai banyak menggunakan alat dan mesin pertanian yang memerlukan BBM.

Kenaikan harga BBM pun berdapak pada biaya sewa transportasi yang digunakan untuk mendistribusikan hasil panen ke daerah-daerah konsumen."Faktor kedua, memang terjadi kenaikan harga pangan secara global, di mana kalau itu terjadi maka di negara tertentu termasuk Indonesia akan ada korelasinya," kata dia.

Meski demikian, Hermanto mengatakan, selama laju inflasi beras maksimal masih setara dengan angka inflasi umum dapat dikatakan wajar. "Kecuali kalau misalkan inflasi 6 persen lalu inflasi beras 15 persen itu baru tidak wajar," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement