REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan proyek Sustainable Management Peat-Land Ecosystems Indonesia (SMPEI) telah berhasil merubah pola pikir dan keyakinan masyarakat tentang lahan gambut. Adapun Proyek SMPEI sebagai proyek manajemen yang paling kompleks dengan multi-stakeholder.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, KLHK, Sigit Reliantoro, mengatakan kemitraan dengan multi-pihak termasuk unit usaha masih perlu ditindaklanjuti untuk menjaga keberlanjutan dari aset-aset yang telah dibangun beserta manfaatnya.
“Dari keyakinan awal masyarakat yang mempercayai bahwa lahan gambut merupakan lahan tidur dan tidak dapat ditanami selain sawit, saat ini masyarakat telah mulai percaya bahwa lahan gambut juga dapat dimanfaatkan sebagai media pertanian yang ramah gambut,” ujarnya, Kamis (1/12/2022).
Menurutnya pelaksanaan Proyek SMPEI dapat menjadi lesson learnt dan center of excellence pagi perlindungan dan pengelolaan ekosistem dan dapat direplikasi di tempat-tempat lain baik nasional maupun global, sehingga dapat memberikan manfaat lebih besar lagi bagi bumi ini.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Pengendalian Kerusakan Ekosistem Gambut, Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, di empat tahun ini mendapatkan HIBAH dari GEF-5 yang dikelola IFAD melalui Proyek SMPEI (Sustainable Management Peat-Land Ecosystems Indonesia (SMPEI). Adapun wilayah kerja SMPEI meliputi Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Kampar dan Sungai Gaung dan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Gaung-Batang Tuaka, pada Kabupaten Pelalawan, Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir di Riau dengan total luas kedua KHG yaitu 850 ribu ha.
Sigit menjelaskan proyek SMPEI mulai dilaksanakan sejak 2018 bertujuan untuk mempromosikan pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan. Hal ini juga untuk meningkatkan taraf kehidupan sosial ekonomi masyarakat, sehingga masyarakat dapat secara mandiri berpartisipasi aktif secara langsung dalam perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut guna mengurangi potensi kerusakan lahan, menjaga keberlanjutan keanekaragaman hayati ekosistem gambut, serta berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca. “Sebanyak 14 Desa fokus utama dalam kegiatan Proyek SMPEI tingkat tapak,” jelasnya.
Menurutnya upaya perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut setelah keluarnya PP 57 tahun 2016 mensyaratkan pelaksanaannya secara terus menerus hingga tercapai tujuan akhir yaitu keseimbangan pencapaian manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan. Pendekatan penting sebagai sebuah terobosan adalah perlindungan dan pengelolaan skala bentang alam atau yang telah disepakati dalam regulasi dengan sebutan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG).
Seluruh kegiatan yang dilaksanakan di tingkat tapak ini telah memberikan manfaat kepada sekitar 7.497 penerima manfaat langsung area Proyek SMPEI dan membuat sekitar 42.968 masyarakat di 14 Desa menjadi tidak rentan terhadap ancaman bahaya kebakaran hutan dan lahan. Lebih lanjut, kegiatan Proyek SMPEI juga telah melibatkan partisipasi gender (TK-PPEG perempuan) dalam pelaksanaan kegiatannya tingkat tapak.
Proyek SMPEI juga turut mendukung tercapainya tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang meliputi SDG: 1 (Tanpa Kemiskinan), 4 (Pendidikan Berkualitas), 5 (Kesetaraan Gender), 6 (Air Bersih dan Sanitasi Layak), 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), 9 (Industri, Inovasi, dan Infrastruktur), 13 (Penanganan Perubahan Iklim), 15 (Ekosistem Daratan), dan 17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan).