REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Pardan Syafruddin
Dalam sebuah hadis dikisahkan ada seseorang mendapatkan kebahagian di akhirat lantaran seekor anjing. Dia memberikan air buat anjing yang sedang kehausan dan sekarat, karena tak mendapatkan air selama berhari-hari.
Sementara dalam kisah lain diungkapkan, seorang wanita akan mendapatkan kehinaan di hari akhir, karena dia membiarkan kucing piaraannya tidak diberi makan dan minum. Kucing itu menemui ajal karena kelaparan.
Dari dua kisah ini Islam menekankan pentingnya rasa peka, atau sensitif terhadap hal-hal yang baik dan positif, baik dilakukan terhadap sesama kita, binatang, maupun alam. Jika kita menelusuri, ternyata dengan sikap yang peka akan mengantarkan seseorang kepada kebahagiaan, begitu juga sebaliknya, ketika hati seseorang tidak mudah trenyuh dengan kondisi yang ada di sekitarnya, dia akan mendapatkan kehinaan dari sikapnya yang kurang sensitif dan 'acuh' itu.
Rasa peka terhadap binatang pun diapreasiasi oleh Allah, apalagi kepekaan kita kepada sesama manusia. Tentu saja, apa yang kita lakukan akan menjadi sebuah ladang amal yang mendapat apresiasi setimpal dari Yang Mahakuasa. Oleh karenanya, apabila kita hayati, nilai sebuah kebaikan yang kita lakukan kepada siapa pun dan pada apa saja, serta dalam bentuk apa pun, tetap akan menjadi kebaikan.
Dan begitu pula sebaliknya, perilaku yang merugikan siapa saja akan menjadi kejelekan bagi si pelaku dan akan mendapatkan laknat serta kutukan dari sesamanya serta mesti mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah kelak. Allah berfirman, ''Barangsiapa yang berbuat baik seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejelekan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya pula.'' (QS Az-Zalzalah [99] :7-8).
Sikap kepekaan inilah yang sekarang berkurang dalam tatanan masyarakat kita, baik dari kalangan orang 'berada', pejabat, maupun rakyat biasa. Tidak peka terhadap sesama, tidak peka terhadap kehidupan sosial, apalagi terhadap lingkungan dan alam sekitarnya.
Para penguasa sering 'peka' apabila sedang ada maunya kepada rakyat seperti butuhnya dukungan untuk menempati posisi tertentu. Kalangan orang berada 'peka' terhadap sesuatu yang dicarinya. Begitu pula rakyat biasa, mereka akan 'peka' manakala ada sesuatu yang diinginkannya, tanpa menghiraukan norma-norma yang berlaku di sekitarnya.
Perbuatan berharga adalah yang dapat dirasakan manfaatnya oleh orang lain. Karena, sebaik-baiknya manusia adalah seseorang yang dapat memberikan manfaat kepada sesamanya.
Baca juga : Apakah Kita Harus Mencintai Allah SWT atau Takut kepada-Nya?