REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, menyebutkan, 70 persen kasus anak stunting disebabkan oleh faktor sensitif. Faktor sensitif tersebut, yakni lingkungan rumah yang kumuh, sanitasi yang buruk dan ketiadaan air bersih, serta rumah yang tidak memiliki jamban.
"Faktor sensitif berperan 70 persen terhadap stunting, yaitu rumah yang kumuh yang akhirnya banyak kena TBC sehingga anak susah makan yang akhirnya berat badan tidak kunjung naik. Teman-teman dari jajaran TNI telah melakukan upaya-upaya perbaikan faktor sensitif di daerah-daerah," kata Hasto dalam siaran pers, Kamis (8/12/2022).
Hal tersebut Hasto sampaikan dalam pembukaan Pelatihan Teknis Percepatan Penurunan Stunting bagi Tim Fasilitator Kodim se-Indonesia di Markas Besar TNI Angkatan Darat di Jakarta, Rabu (7/12/2022) lalu. Pelatihan yang dibuka langsung oleh Kepala Staf TNI AD, Jenderal TNI Dudung Abdurrachman, itu diikuti 716 peserta fasilitator di Kodim dari 12 Kodam.
Setelah dilatih, para fasilitator itu akan memiliki kemampuan memfasilitasi dan melatih para babinsa di desa dalam pendampingan keluarga berisiko stunting di lini lapangan. Hasto menjelaskan, butuh peran TNI AD dalam percepatan penurunan stunting nasional.
"Berbagai upaya yang harus dikerjakan bersama untuk menekan prevalensi stunting. Faktor sensitif dan spesifik menjadi sangat berpengaruh dalam pencegahan stunting. Faktor sensitif meliputi pola hidup bersih dan sehat. Sementara untuk faktor spesifik meliputi gizi seimbang dan vitamin pada anak," kata Hasto.
Hasto menyebut, TNI AD telah banyak berperan langsung ke lapangan untuk menangani faktor sensitif tersebut. Dia mencontohkan, TNI AD telah membangun sumber air bersih dan jamban di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hasto juga mengucapkan terima kasih kepada KSAD beserta jajarannya yang telah bekerja keras membantu program percepatan penurunan stunting dengan target 14 persen yang dicanangkan pemerintah di tahun 2024 mendatang.
"Program Bapak Asuh Anak Stunting yang pertama kali dimulai dari Pak KSAD memberikan pengaruh besar kepada jajaran di daerah. Banyak bupati, gubernur berduyun-duyun minta dilantik sebagai Bapak Asuh Anak Stunting. Energi positif Pak KSAD memberikan berkah seluruh Indonesia," ungkap Hasto.
Menanggapi hal tersebut, Jenderal TNI Dudung Abdurachman menyampaikan, prajurit TNI AD harus hadir apapun kesulitannya untuk bisa memberikan solusi dan kontribusinya bagi rakyat. Menurut dia, kehadiran prajurit TNI AD harus memberikan dampak di mana pun dia berada.
“Saat saya dikukuhkan menjadi Bapak Asuh Anak Stunting maka seluruh jajaran bergerak cepat. Kodam, Korem, Kodim sampai Danramil menjadi Bapak Asuh Anak Stunting sehingga pejabat-pejabat berdampingan secara langsung ditunjuk siapa yang jadi Bapak Asuh Anak Stunting sehingga mempercepat proses penurunan stunting,” kata Dudung.
Terkait faktor sensitif yang menjadi 70 persen penyumbang kasus stunting, Dudung sepakat, setiap remaja yang akan menikah wajib memeriksakan terlebih dahulu kesehatan fisiknya. Babinsa akan turun langsung ke lapangan untuk membantu BKKBN dalam pemeriksaan tersebut.
“Begitu juga sosialisasi maka Babinsa yang bisa sentuh masyarakat hingga ke pelosok serap ilmu dari BKKBN untuk sosialisasikan kepada masyarakat terutama anak muda yang melakukan pernikahan untuk cek kesehatan dulu,” ungkapnya.
Lebih jauh Dudung menambahkan, saat ini pihaknya tengah membuat program baru yang diberinama Babinsa Masuk Dapur Warga. Program ini dibuat salah satunya adalah untuk mendukung percepatan penurunan stunting nasional. Tidak hanya itu, TNI AD juga terus menggelar kegiatan-kegiatan ketahanan pangan seperti Manunggal Air dan Food Estate.
“Saya tekankan kepada seluruh jajaran Babinsa harus tau dimana ada warga yang hari ini tidak makan atau hari ini rumahnya masih bocor. Istilah saya, TNI AD harus turun gunung, kita harus membantu kesulitan-kesulitan masyarakat apapun kesulitannya dan TNI AD harus berdampak dimana dia bertugas dan berada,” ujarnya.