REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Sebuah zamrud bertuliskan untuk seorang kaisar Mughal. Karpet wol rajutan periode Kesultanan Safawi. Tirai era Kesultanan Ottoman, disulam dengan rumit dengan benang logam, yang merupakan bagian dari penutup Ka'bah, struktur berbentuk kubus di Mekah yang bagian dari Baitullah. Begitu juga ubin dalam mozaik, yang semuanya itu bagian dari koleksi Museum Seni Islam (MIA) di Doha.
Semua barang seni dan pusaka dari era keemasan Islam ini akan memberi pengunjung gambaran tentang beragam aspek warisan, seni, dan keahlian umat Islam, dengan barang-barang yang mencakup tiga benua dan berabad-abad. Khususnya bagi para pengunjung yang saat ini berada di Doha dalam menghadiri gelaran Piala Dunia 2022.
Di ibu kota Qatar, Doha, menampilkan begitu banyak yang baru, museum ini menampilkan berbagai hal kuno dan bersejarah. Dan dengan para penggemar sepak bola dari seluruh dunia berduyun-duyun ke Qatar, kisah yang diceritakan museum itu kini memiliki lebih banyak pengunjung.
Baru-baru ini, pengunjung yang beberapa mengenakan kaus sepak bola atau syal berhenti untuk mengambil foto, memeriksa objek, membaca label, atau melihat-lihat rak yang dipenuhi buku dan suvenir.
“Arsitekturnya sendiri sangat bagus. Juga, saya suka tampilan bagian dalamnya; karya-karyanya sangat mengesankan. Sebelumnya saya hanya tahu sedikit tentang sejarah Islam tetapi setelah saya melihat banyak objek, saya merasa saya belajar lebih banyak,” kata Bert Liu, yang tinggal di Amerika Serikat, Jumat (9/12/2022).
Pejabat Qatar mengatakan mereka berharap gelaran Piala Dunia kali ini akan membantu memberikan pemahaman yang lebih baik kepada pengunjung tentang budaya Qatar, dan Islam khususnya yang lebih luas. CEO Gulf State Analytics Giorgio Cafiero, konsultan risiko geopolitik yang berbasis di Washington D.C. mengatakan banyak penggemar sepak bola yang sangat terkesan karena mungkin baru pertama kali mengunjungi kawasan itu.
Salah seorang pengunjung Gabriel Petersen dari Australia mengatakan dia terkesan dengan usia beberapa benda itu dan senang melihat pameran dari berbagai belahan dunia. “Itu hanya budaya yang berbeda. Anda tidak mendapatkan banyak dari itu di Australia,” katanya.
Catrin Evans, istrinya, mengagumi kualitas pengerjaan sejak berabad-abad yang lalu dalam koleksi MIA dan menganggap kaligrafi, perhiasan, dan salinan Alquran sangat menakjubkan.“Kita cenderung memikirkan segala sesuatu dalam perspektif Eropa dan Barat. Ini benar-benar membuka mata saya tentang latar belakang Islam dan juga budaya di sini,” katanya.