REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Dakwah Islam yang dilakukan Rasulullah SAW baik di fase Makkah dan Madinah membuat kafir berbondong-bondong bersyahadat.
Umair bin Wahab merupakan seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Ia masuk Islam beberapa tahun sesudah hijrahnya Rasulullah SAW. Saat masih kafir, ia sempat bergabung dengan kubu musyrikin di Perang Badar.
Inilah kisahnya dalam menemukan hidayah. Beberapa hari sesudah Pertempuran Badar, Umair seperti umumnya orang-orang Quraisy.
Ia menyimpan amarah dan dendam terhadap Nabi Muhammad SAW. Terlebih, tokoh dari kabilah al-Jumahi tersebut harus terpisah dari putranya, yang ditangkap pasukan Muslimin seusai perang.
Umair sangat cemas jika anaknya akan disiksa di Madinah. Untuk meredakan keresahannya, ia pun menuju Kabah pada pagi-pagi buta. Setelah bertawaf, lelaki musyrik itu memohon keberkahan kepada berhala-berhala di sana.
Cahaya matahari masih samarsamar di balik awan. Di tengah keremangan, Umair duduk melamun. Jawara Quraisy ini terus saja memikirkan nasib anaknya yang tersandera.
Tiba-tiba pundaknya ditepuk Shafwan bin Umayyah dari belakang, “'Im Shabahan, ya Umair! Mengapa engkau duduk tepekur begitu? 'Im Shabahan!” “Wahai Shafwan, engkau mengejutkanku saja!” jawab Umair, sementara putra seorang pembesar Quraisy itu mengambil posisi duduk.
“Engkau seperti sedang memikirkan sesuatu,” ujar Shafwan lagi. “Ya, aku mengkhawatirkan anakku yang sekarang ditawan musuh kita,” katanya membenarkan.
Umair kemudian berbicara mengenai kawan-kawannya yang mati di Perang Badar. Bagi Shafwan, peristiw wa itu tidak mungkin dilupakannya. Bapaknya sendiri, Umayyah bin Khalaf, tewas di tangan Muslimin dalam pertempuran tersebut.
Pada pagi itu, kebencian di dalam dada keduanya kian menguat. Rasanya ingin sekali melampiaskan kesumat seketika kepada umat Islam. “Seandainya aku tidak terlilit utang dan keluargaku tidak miskin. Pastilah aku pergi ke Yastrib untuk membunuh Muhammad dengan pedangku sendiri!” ujar Umair.
“Jadi, engkau berani menghabisi Muhammad seandainya kutanggung semua utangmu itu?” timpal Shafwan.
Baca juga: Hidayah adalah Misteri, Dunia Clubbing Pintu Masuk Mualaf Ameena Bersyahadat
“Tentu saja! Selama ini persoalanku dengan para penagih selalu menghalangiku keluar dari Makkah. Mereka pasti menyangkaku akan menghindari tagihan sekiranya aku pergi ke luar kota,” katanya.
“Kalau begitu, aku berjanji akan menjamin semua utangmu dan memberikan bayaran yang sangat tinggi kepadamu, asalkan engkau berhasil membunuh Muhammad!”
Mendengar itu, Umair tersenyum lebar. Kedua orang musyrik yang berbeda status sosial itu kemudian bersalaman sebagai tanda telah bersepakat. Keesokan harinya, berangkatlah si jagoan Quraisy menuju Yastrib nama Madinah bagi kaum non-Muslim.