Rabu 14 Dec 2022 15:31 WIB

Hamas Ancam Serang Israel Jika Status Masjid Al-Aqsa dan Yerusalem Diubah

Tugas Hamas untuk menjaga Al-Aqsa tidak akan pernah luntur.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh mengancam akan melancarkan aksi balasan terhadap Israel jika negara tersebut berani mengubah status quo Masjid Al-Aqsa dan Yerusalem. Hal itu disampaikan Haniyeh saat peringatan 35 tahun berdirinya Hamas, Selasa (13/12/2022).
Foto: AP Photo/Mahmoud Illean
Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh mengancam akan melancarkan aksi balasan terhadap Israel jika negara tersebut berani mengubah status quo Masjid Al-Aqsa dan Yerusalem. Hal itu disampaikan Haniyeh saat peringatan 35 tahun berdirinya Hamas, Selasa (13/12/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh mengancam akan melancarkan aksi balasan terhadap Israel jika negara tersebut berani mengubah status quo Masjid Al-Aqsa dan Yerusalem. Hal itu disampaikan Haniyeh saat peringatan 35 tahun berdirinya Hamas, Selasa (13/12/2022).

“Kami benar-benar tidak akan mengizinkan implementasi rencana Zionis di Masjid Al-Aqsa atau di Yerusalem secara lebih luas. Pedang Yerusalem belum dan tidak akan disarungkan,” kata Haniyeh dalam pidatonya, dikutip laman Times of Israel.

Baca Juga

Dia menegaskan tugas Hamas untuk menjaga Al-Aqsa tidak akan pernah luntur. “Hamas telah membuat kesepakatan dengan rakyat kami atas Masjid Al-Aqsa yang diberkati dan telah menjaga kedalaman rasa hubungan Islam dengan Yerusalem dan Al-Aqsa kami,” ucapnya.

Komentar Haniyeh muncul di tengah kekhawatiran atas penunjukan pemimpin sayap kanan partai Otzma Yehudit, Itamar Ben Gvir, sebagai menteri keamanan nasional Israel dalam pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Benjamin Netanyahu. Sebagai tokoh yang dikenal anti-Arab, naiknya Ben Gvir ke posisi tersebut diprediksi membuka peluang bagi kaum Yahudi untuk dapat melaksanakan peribadatan di sekitar kompleks Masjid Al-Aqsa.

Selama ini sejumlah aktivis Yahudi telah mendorong agar warga Yahudi diizinkan melakukan peribadatan di sekitar situs tersuci ketiga umat Islam tersebut. Pada Senin (12/12/2022) lalu, Ben Gvir bahkan telah menyerukan agar pembatasan kaum Yahudi untuk memasuki dan beribadah di Al-Aqsa dicabut. Menurutnya hal itu merupakan bentuk “apartheid” anti-Yahudi di tempat suci.

Pada 8 Desember lalu, Benjamin Netanyahu telah meminta perpanjangan waktu selama dua pekan untuk membentuk pemerintahan. Tenggat waktu pembentukan pemerintahan seharusnya berakhir pada Ahad (11/12/2022) tengah malam lalu.

"Kami berada di tengah-tengah negosiasi dan telah membuat banyak kemajuan. Namun dilihat dari kecepatannya, saya memerlukan perpanjangan hari yang disediakan oleh undang-undang untuk membentuk pemerintahan," kata Netanyahu dalam surat yang dirilis oleh kantornya, 8 Desember lalu, dikutip laman Al Arabiya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement