Kamis 15 Dec 2022 11:32 WIB

Warga Israel Berencana Pindah ke AS Karena Khawatir dengan Pemerintahan Netanyahu

Seorang warga menilai Israel tidak aman lagi bagi orang Yahudi.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Perdana Menteri Israel menunjuk Benjamin Netanyahu, kiri tengah, setelah Yariv Levin terpilih sebagai Ketua Knesset, parlemen Israel, di Yerusalem, Selasa, 13 Desember 2022.
Foto: AP Photo/ Maya Alleruzzo
Perdana Menteri Israel menunjuk Benjamin Netanyahu, kiri tengah, setelah Yariv Levin terpilih sebagai Ketua Knesset, parlemen Israel, di Yerusalem, Selasa, 13 Desember 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Seorang jurnalis Israel mengungkapkan, sejumlah warga Israel berencana untuk berimigrasi karena pemerintahan sayap kanan yang akan berkuasa. Seorang jurnalis untuk Jerusalem Post, Zvika Klein, mengatakan, ada sekitar 1.000 orang yang merekrut 10.000 orang Israel untuk imigrasi massal ke Amerika Serikat (AS).

"Kelompok anak muda serta orang yang lebih tua, tidak menyukai hasil pemilu dan kembalinya (Benjamin) Netanyahu serta partai agama dan ekstremis, sehingga mereka memutuskan untuk berimigrasi ke luar negeri," ujar Klein, dilaporkan Middle East Monitor, Rabu (14/12/2022).

Baca Juga

Salah satu alasan yang mendorong mereka berencana untuk berimigrasi adalah ketidakpuasan terhadap situasi keagamaan. Termasuk ketakutan dengan penerapan hukum ekstremis Yahudi pada penduduk Israel.

Seorang Israel-Amerika yang saat ini tinggal di AS, menyatakan, dia siap menerima imigran Israel di sebuah peternakan besar miliknya. Dia mengatakan, Israel tidak lagi aman bagi orang Yahudi. Oleh karena itu, penting untuk berimigrasi ke AS dan meninggalkan Israel karena telah menjadi negara yang sangat ekstremis.

Sejumlah organisasi besar Yahudi Amerika, yang secara tradisional merupakan landasan dukungan bagi Israel, telah menyatakan kekhawatiran atas karakter pemerintahan sayap kanan yang akan dipimpin oleh Perdana Menteri konservatif Benjamin Netanyahu. Mengingat pandangan politik liberal yang didominasi orang Yahudi Amerika dan kedekatannya dengan Partai Demokrat, keraguan ini dapat menimbulkan efek riak di Washington dan semakin memperluas perpecahan partisan atas dukungan untuk Israel.

“Ini adalah persimpangan jalan yang sangat signifikan. Ini adalah saat-saat ketika hubungan antara sebagian besar orang Yahudi Amerika dan Israel mulai benar-benar retak. Jadi saya sangat takut," kata Jeremy Ben-Ami, presiden J Street, sebuah kelompok liberal pro-Israel di Washington.  

Para pemimpin Yahudi-Amerika tampak sangat khawatir tentang peran yang dimainkan oleh trio anggota parlemen garis keras. Ketiganya telah membuat pernyataan rasis anti-Arab, merendahkan komunitas LGBTQ, menyerang sistem hukum Israel dan menjelekkan aliran Yudaisme liberal dan non-Ortodoks yang populer di AS. Semuanya dengan keras menentang kemerdekaan Palestina. 

“Ini adalah salah satu suara paling ekstrem dalam politik Israel. Peran kepemimpinan adalah perhatian yang mendalam," ujar Presiden Persatuan Yudaisme Reformasi, atau gerakan Yahudi terbesar di AS, Rabbi Rick Jacobs.

 

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement