REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua Simandjuntak dan staf ahlinya bernama Rusdi (RS) sebagai tersangka. Keduanya menjadi tersangka terkait kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah di Provinsi Jawa Timur. Lembaga antirasuah ini menangkap keduanya di kantor Sahat dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (14/12/2022).
"Sekitar pukul 20.30 WIB, Tim KPK secara terpisah mengamankan beberapa pihak di lokasi berbeda. STPS dan RS diamankan di Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur," kata Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak di Jakarta, Jumat (16/12/2022).
Selain itu, KPK juga mengamankan dua tersangka lainnya, yakni Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang sekaligus Koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas), Abdul Hamid (AH); dan Koordinator Lapangan Pokmas, Ilham Wahyudi (IW). Mereka terjaring dalam operasi senyap di Kabupaten Sampang, Madura.
Johanis mengatakan, pihaknya juga mengamankan sejumlah barang bukti. Diantaranya berupa uang tunai dalam pecahan rupiah, dolar Singapura serta dolar Amerika Serikat. "Dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar," ujar dia.
Kasus ini berawal dari APBD Pemprov Jawa Timur yang merealisasikan dana belanja hibah kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat yang ada di Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk Tahun Anggaran 2020 dan Tahun Anggaran 2021. Jumlah dana seluruhnya sekitar Rp 7,8 Triliun.
Distribusi penyalurannya antara lain melalui pokmas untuk proyek infrastruktur hingga tingkat pedesaan. Dana belanja hibah tersebut merupakan aspirasi dan usulan dari Sahat.
Sahat pun menawarkan dirinya untuk membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah tersebut dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah duit sebagai uang muka (ijon). Sejak 2021 politikus Partai Golkar ini menerima sejumlah uang.
Hal tersebut pun berlanjut hingga tahun 2022. Bahkan, Sahat bersedia membantu untuk Tahun Anggara 2023 dan 2024. Dalam kasus ini, Sahat diduga menerima uang suap mencapai Rp 5 miliar.
Akibat perbuatannya, Sahat dan RS sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan AH dan IW selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.