Jumat 16 Dec 2022 17:53 WIB

Impor Beras Dianggap Solusi Jangka Pendek dengan Konsekuensi Besar

Impor sering dipakai untuk melayani kepentingan pemburu rente beras.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Indira Rezkisari
Dirut Perum Bulog Budi Waseso bersama Kepala NFA Arief Prasetyo Adi dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan saat meninjau pemasukan beras impor sebanyak 5.000 ton dari Vietnam di Pelabuhan Tanjung Priok, Jumat (16/12/2022).
Foto: Dok. Humas Bulog
Dirut Perum Bulog Budi Waseso bersama Kepala NFA Arief Prasetyo Adi dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan saat meninjau pemasukan beras impor sebanyak 5.000 ton dari Vietnam di Pelabuhan Tanjung Priok, Jumat (16/12/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KPRP), Said Abdullah, mengatakan, fungsi stabilitasi harga dan ketersediaan memang menjadi kewenangan Perum Bulog. Ia menyebut stabilitasi dilakukan ketika terjadi guncangan harga dan ketersediaan beras di pasaran.

"Jika kondisinya normal tentu saja tidak diperlukan upaya ini. Artinya cadangan beras di Bulog banyak atau sedikit tidak berpengaruh jika harga dan pasokan stabil," ujar Said saat dihubungi Republika di Jakarta, Jumat (16/12/2022).

Baca Juga

Said mengatakan dalam menjaga stabilitas, pemerintah perlu membuat cadangan artinya Bulog harus punya stok yang memadai dengan rata-rata stok minimum yang ideal sekitar 1 juta sampai 1,2 juta ton. Said menyebut selama ini Bulog dapat pasokan sebagai cadangan dari penyerapan di lapangan, terutama ketika terjadi panen.

"Dari awal panen musim ke-1 sampai bulan terakhir serapan Bulog ternyata rendah karena kalah bersaing dengan para pedagang. Perkiraan sampai bulan ini stok beras yang ada 7-8 juta ton yang tersebar di pedagang dan rumah tangga," ucap Said.

Said memandang rendahnya stok digudang Bulog mengkhawatirkan mengingat fluktuasi harga bisa terjadi sewaktu-waktu. Dengan sebaran beras yg ada di para pihak lain, ia katakan, Bulog harus memperkuat cadangan gudangnya.

"Alternatif yang ada adalah membeli beras dari pedagang secara komersial (non harga HPP) dengan asumsi ada backup dari pemerintah untuk pembiayaannya," lanjut dia.

Alternatif lain, ucap Said, dengan membeli dari negara lain alias impor. Said menilai solusi jangka pendek ini yang mungkin bisa dilakukan. Pasalnya jika membeli dari pedagang mempunyai konsekuensi pembiayaan yang cukup.

Sementara untuk impor sendiri memiliki konsekuensi cukup banyak, terutama terhadap pendapatan petani. Said menyebut keputusan impor hari ini seringkali barang masuk bulan bulan depan, bahkan seringkali pada saat menjelang panen raya.

"Tentu ini berbahaya. Karena dengan isu impor saja pengalaman selama ini harga gabah di tingkat petani turun hingga Rp 1 ribu rupiah per kg. Impor juga seringkali dipakai untuk melayani kepentingan pemburu rente yang merugikan negara dan rakyat," sambung Said.

Oleh karena itu, Said menilai perlunya penguatan Bulog untuk dapat melakukan penyergapan gabah secara optimal dengan memberi keleluasaan pembelian dengan melakukan perubahan pada HPP itu sendiri. Selain itu, pemerintah juga harus melakukan pengawasan pada para pedagang dan pemilik gabah atau beras supaya tidak mengganggu stabilitas stok dan harga.

Sementara itu, Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang (KKPIBC) Zulkifli Rasyid mendukung penuh langkah impor yang dilakukan pemerintah. Zulkifli menyebut pasokan beras dari luar akan berdampak besar dalam memenuhi peningkatan permintaan masyarakat.

"Pemerintah sangat tepat melakukan impor saat ini karena sekarang kan lagi kekosongan stok. Dengan adanya impor maka harga beras akan tertekan kenaikan di pasaran," kata Zulkifli.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement