REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasulullah SAW diutus ke muka bumi membawa risalah paling utama, yakni untuk menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam, sehingga setiap aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia, yang disebut akhlakul karimah.
Kata akhlak sendiri merupakan bentuk jamak dari kata al- khuluq, atau al-khulq, yang secara etimologis berarti (1)tabiat, budi pekerti, (2)kebiasaan atau adat, (3)keperwiraan, kesatriaan, kejantanan, (4) agama, dan (5)kemarahan (al-gadab).
Semua akhlak yang mulia tercermin dalam sosok Rasulullah SAW. Beliau adalah manusia sempurna dalam segala aspek, baik lahiriah maupun batiniah.
Ulama asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi menjelaskan bahwa dalam Alquran Allah SWT menggambarkan sifat Rasul SAW dengan firman-Nya,
وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
"Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur." (QS. Al-Qalam [68] :4)
Sementara, para sahabat yang mulia menggambarkan beliau seperti yang dinyatakan oleh Aisyah RA sebagai berikut:
كان خلقه القرآن
“Akhlak beliau adalah al-Qur’an”.
Maksudnya, kata Nursi, Nabi SAW merupakan contoh ideal dari akhlak terpuji yang dipaparkan oleh Alquran. "Beliau adalah sosok terbaik yang mencerminkan semua akhlak mulia tersebut. Bahkan secara fitrah, beliau memang telah tercipta di atas kemuliaan itu," jelas Nursi dikutip dari bukunya yang berjudul "Al-Lama'at" terbitan Risalah Nur Press halaman 122-123.
Karena setiap perbuatan, ucapan, keadaan, dan tingkah laku Nabi seharusnya menjadi teladan bagi umat manusia, maka alangkah malang umatnya yang beriman ketika mereka melalaikan sunnah beliau. Mereka tidak memedulikan atau bahkan menggantikan dengan yang lain. Betapa malang dan menderitanya mereka.