Senin 19 Dec 2022 11:09 WIB

Di Desa Selo di Pegunungan Kendeng, Orang tak Bisa Pakai Uang Digital untuk Beli Nasi

Ki Ageng Selo melarang anak cucunya menjual nasi.

Rep: oohya! I demi Indonesia/ Red: Partner
.
Foto: network /oohya! I demi Indonesia
.

Makan nasi bersama, tidak harus dengan cara membeli nasi (foto: priyantono oemar).
Makan nasi bersama, tidak harus dengan cara membeli nasi (foto: priyantono oemar).

Ki Ageng Selo melarang anak cucunya menjual nasi. Maka peziarah makam Ki Ageng Selo tak bisa menggunakan uang digital untuk membeli nasi di Desa Selo.

Ki Ageng Selo memiliki pantangan untuk anak keturunannya. Guru Joko Tingkir ini dulu memiliki pesantren di Desa Selo, sekarang masuk Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, wilayah Pegunungan Kendeng.

Selain, kiai yang mengajarkan agama Islam, Ki Ageng Selo juga sebagai petani. Saat menggarap sawah untuk ditanami padi, ia menangkap petir.

Tanaman padi juga berkaitan dengan leluhur Ki Ageng Selo. Ki Ageng Selo merupakan anak dari Ki Ageng Getas Pandawa. Ki Ageng Getas Pandawa adalah anak Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih. Dewi Nawangsih merupakan anak Jaka Tarub dan Dewi Nawangwulan. Dewi Nawangwulan yang merupakan bidadari, bisa menjadi istri Jaka Tarub karena selendangnya disembunyikan Jaka Tarub sewaktu ia mandi di sendang di Desa Tarub (berdekatan dengan Desa Selo), sehingga tidak bisa pulang ke Kahyangan.

Selama hidup bersama Jaka Tarub, persediaan padi di lumbung terlihat tidak berkurang, kendati tiap hari dimasak oleh Dewi Nawangwulan. Rahasianya, Dewi Nawangwulan hanya memesak sekepal beras, tetapi bisa cukup untuk keperluan maan sehari. Selama memasak nasi itu, Dewi Nawangwulan melarang Jaka Tarub berada di dapur.

Tapi, suatu hari KJaka Tarub melanggarnya, ia melihat a=hanay sekepal beras yang dimasak. Sejak itu, Dewi Nawangwulan tak bisa lagi memberikan keajaiban, sehingga padi di lumbung akhirnya habis dimasak.

Cerita lisan yang dicatat T Wedy Utomo dalam buku Ki Ageng Selo Menangkap Petir, yang terbit tahun 1983, pada masa Ki Ageng Selo ada di Desa Selo, ia biasa melakukan khitanan missal untuk memperingati hari kelahiran Nabi. Warga miskin akan mendapatkan satu kuintal beras per keluarga., jagung setengah kuintal, sebagai persediaan masa paceklik. Para musafir yang singgah di Selo dipersilakan beristirahat untuk makan agar bisa kuat melanjutkan perjalanan.

Dari sinilah ia mengawali pantangan tidak boleh menjual nasi. Sebelumnya ada kasus, ada musafir yang tidak makan makanan yang telah ia siapkan karena musafir itu sudah makan di warung, jadi masih kenyang. Makan diwarujng artinya musafir itu harus membayar ke tukang warung. “Barang siapa menjual nasi kepadaorang lain, maka orang yang berbuat melanggar pepalang tersebut hidupnya akan menderita,” tulis T Wedy Utomo.

Jadi, pengunjung yang berziarah di makam Ki Ageng Selo tak bisa mengunakan uang digital QRIS untuk membeli nasi di Desa Selo.

Priyantono Oemar

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement