REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani meminta pemerintah lebih sigap dalam melindungi dan membela Pekerja Migran Indonesia (PMI). Hal itu disampaikan Netty terkait peringatan Hari Migran Internasional yang diperingati tiap 18 Desember.
"Para PMI ini adalah pahlawan yang menyumbang devisa kurang lebih Rp 159,6 triliun per tahun. Pastikan hak-hak PMI ditunaikan serta keamanan mereka sebelum dan sesudah bekerja hingga tiba di Tanah Air," kata Netty, Senin (19/12/2022).
Selain itu kata Netty, pemerintah harus memperluas pelindungan terhadap PMI. "Perluas pelindungan dengan peningkatan keterampilan bahasa dan sebagainya. Berikan jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan lain-lain," katanya.
Ia juga berharap pemerintah melalui BP2MI harus merealisasikan komitmen untuk menyikat sindikat penyaluran PMI non prosedural. "Jangan lagi ada warga negara yang tertipu dengan iming-iming tapi justru keselamatannya terancam," ujarnya.
Politikus PKS ini berharap agar pemerintah memaksimalkan program penanganan pascaPMI pulang ke Indonesia. Dirinya berharap program tersebut dapat membuat PMI tetap bisa produktif dan mampu menggerakkan ekonomi keluarga.
"Berbagai pelatihan seperti keterampilan, bisnis dan sebagainya harus maksimal diberdayakan. Selain itu juga permudah para pahlawan devisa tersebut dengan pendampingan dan pemberian akses modal yang pembayarannya tidak memberatkan,” jelasnya.
Netty juga meminta pemerintah terlibat pro aktif dalam menjaga dan mendampingi keluarga PMI yang sedang bekerja di luar negeri. Menurutnya, tak jarang PMI yang pergi ke luar negeri meninggalkan keluarga yang rentan.
Karenanya, pemerintah harus turut andil dalam menjaga ketahanan keluarga mereka serta memastikan anak-anak para PMI mendapatkan hak-haknya, seperti hak akan pendidikan dan kesehatan. Anak-anak Indonesia, apapun latar belakang keluarganya merupakan generasi masa depan.
"Jangan sampai hanya karena keterbatasan ekonomi, sebagian besar dari mereka justru menjadi generasi yang lemah karena kurangnya pengetahuan dan kesehatan," terangnya.