REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Sekitar 100.000 tenaga ahli atau spesialis IT telah meninggalkan Rusia tahun ini, menyusul dimulainya operasi militer Moskow di Ukraina pada 24 Februari lalu. Anak-anak muda Rusia berbondong-bondong meninggalkan negara itu, terutama mereka yang bekerja di sektor IT.
Hal tersebut memicu kekhawatiran terjadi brain drain. Beberapa bulan kemudian, pemerintah Rusia pengumuman wajib militer bagi warganya yang memenuhi syarat. Wajib militer ini merupakan bagian dari mobilisasi pasukan cadangan untuk dikerahkan dalam perang di Ukraina. Pengumuman ini memicu kaum muda Rusia, terutama para pria melarikan diri ke negara tetangga.
“Hingga 10 persen karyawan perusahaan IT telah meninggalkan negara dan belum kembali. Secara total, sekitar 100.000 spesialis IT berada di luar negeri,” kata Menteri Pengembangan Digital Rusia, Maksut Shadayev, dilaporkan Al Arabiya, Selasa (20/12/2022).
Menurut Shadayev, 80 persen karyawan perusahaan IT yang meninggalkan Moskow, tetap bekerja untuk perusahaan Rusia dari jarak jauh. Namun Shadayev tidak memberikan alasan para spesialis IT berbondong-bondong meninggalkan Rusia. Shadayev mengatakan, pemerintah tidak memberlakukan pembatasan ketat pada pekerjaan jarak jauh untuk menghindari mereka mencari pekerjaan di perusahaan asing.
Mayoritas orang Rusia yang melarikan diri telah tiba di negara tetangga, seperti Armenia, Georgia, dan Kazakhstan. Tetapi ada juga warga Rusia yang bepergian ke Turki dan Uni Emirat Arab.