Senin 26 Dec 2022 11:13 WIB

Tiga LSM Asing Berhenti Beroperasi di Afghanistan Usai Taliban Larang Perempuan Bekerja

Tiga LSM asing termasuk Save the Children tangguhkan pekerjaan mereka di Afghanistan

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Tiga organisasi non pemerintah (LSM) asing, termasuk Save the Children, pada Ahad (25/12/2022) menangguhkan pekerjaan mereka di Afghanistan. Langkah ini diambil setelah Taliban memerintahkan semua LSM untuk memecat staf perempuan.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Tiga organisasi non pemerintah (LSM) asing, termasuk Save the Children, pada Ahad (25/12/2022) menangguhkan pekerjaan mereka di Afghanistan. Langkah ini diambil setelah Taliban memerintahkan semua LSM untuk memecat staf perempuan.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Tiga organisasi non pemerintah (LSM) asing, termasuk Save the Children, pada Ahad (25/12/2022) menangguhkan pekerjaan mereka di Afghanistan. Langkah ini diambil setelah Taliban memerintahkan semua LSM untuk memecat staf perempuan.

"Kami mendapatkan kejelasan tentang pengumuman ini, kami menangguhkan program kami, menuntut agar laki-laki dan perempuan dapat melanjutkan pekerjaann bantuan penyelamatan nyawa secara setara di Afghanistan,” kata Save the Children, Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) dan CARE dalam pernyataan bersama, dilaporkan Al Arabiya, Ahad (25/12/2022).

Pada Sabtu (24/12/2022) Taliban mengancam akan menangguhkan izin operasi LSM asing jika mereka gagal melaksanakan perintah tersebut. Kementerian Ekonomi Afghanistan di bawah Taliban mengumumkan, mereka melarang staf perempuan bekerja di LSM asing. Kementerian Ekonomi mengatakan, mereka telah menerima "keluhan serius" bahwa perempuan yang bekerja di LSM tidak mematuhi aturan berpakaian Islami.

Larangan itu berlangsung pada saat jutaan orang di seluruh Afghanistan bergantung pada bantuan kemanusiaan yang diberikan oleh donor internasional melalui jaringan LSM. Krisis ekonomi Afghanistan semakin memburuk sejak Taliban merebut kekuasaan pada Agustus tahun lalu. Hal ini menyebabkan Washington membekukan aset Afghanistan senilai miliaran dolar, dan donor asing menghentikan bantuan.

 Kementerian Ekonomi mengatakan, perempuan yang bekerja di LSM tidak mematuhi aturan penggunaan jilbab serta aturan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan perempuan di organisasi nasional dan internasional. Masih belum diketahui apakah arahan tersebut berdampak pada staf perempuan asing di LSM.

Belasan LSM beroperasi di daerah terpencil Afghanistan. Banyak dari karyawan mereka adalah perempuan. Larangan untuk mempekerjakan staf perempuan akan menghalangi pekerjaan para LSM. Larangan ini diumumkan kurang dari seminggu setelah otoritas Taliban melarang perempuan mengakses pendidikan di tingkat universitas. Larangan tersebut memicu kemarahan global dan protes di beberapa kota Afghanistan.

Petugas informasi publik Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan, Tapiwa Gomo, mengatakan, Humanitarian Country Team (HCT) melakukan pertemuan untuk membahas larangan tersebut. HCT terdiri dari pejabat tinggi PBB dan perwakilan dari puluhan LSM Afghanistan dan internasional, yang mengoordinasikan distribusi bantuan di seluruh negeri. Pertemuan tersebut akan membahas apakah akan menangguhkan semua pekerjaan bantuan mengikuti arahan terbaru Taliban. PBB akan meminta penjelasan dari Taliban tentang larangan tersebut.

"Perintah mengecualikan perempuan secara sistematis dari semua aspek kehidupan publik dan politik membuat negara mundur, membahayakan upaya untuk perdamaian atau stabilitas yang berarti di negara ini," ujar pernyataan PBB.

Sejak kembali berkuasa pada Agustus tahun lalu, Taliban telah melarang gadis remaja pergi ke sekolah menengah. Perempuan  juga dilarang bekerja di sektor pemerintahan. Bahkan, perempuan dilarang bepergian tanpa ditemani kerabat laki-laki dan diperintahkan untuk menggunakan burqa ketika keluar rumah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement