Selasa 03 Jan 2023 13:25 WIB

DJP Tegaskan tak Ada Tarif Pajak Baru Bagi Gaji Rp 5 Juta

Orang yang termasuk kelompok penghasilan ini sudah dikenai pajak senilai tersebut.

Wajib pajak melihat tata cara pendaftaran E-filling atau penyampaian SPT Tahunan ksecara elektronik di brosur di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Satu, Jaarta, Rabu (31/3/2021). Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) menegaskan tidak ada skema pemberlakuan pajak baru atau tarif pajak baru untuk gaji Rp 5 juta per bulan atau Rp 60 juta setahun.
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Wajib pajak melihat tata cara pendaftaran E-filling atau penyampaian SPT Tahunan ksecara elektronik di brosur di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Satu, Jaarta, Rabu (31/3/2021). Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) menegaskan tidak ada skema pemberlakuan pajak baru atau tarif pajak baru untuk gaji Rp 5 juta per bulan atau Rp 60 juta setahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) menegaskan tidak ada skema pemberlakuan pajak baru atau tarif pajak baru untuk gaji Rp 5 juta per bulan atau Rp 60 juta setahun. Orang yang termasuk kelompok penghasilan ini sudah dikenai pajak senilai tersebut.

"Orang yang masuk kelompok penghasilan ini dari dulu sudah kena pajak dengan tarif lima persen," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa (3/1/2023).

Baca Juga

Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang dipertegas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan Pajak Penghasilan, aturan mengenai tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi disesuaikan agar lebih adil dengan berpihak kepada kelompok masyarakat kecil dan menengah. Dengan demikian, ia menyebutkan lapisan tarif PPh yang berlaku saat ini menggantikan tarif yang sudah berlaku sejak UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh, yaitu dari yang awalnya tarif lima persen dikenakan kepada orang yang berpenghasilan Rp 0 sampai Rp 50 juta per tahun (UU PPh) menjadi kepada Rp 0 sampai Rp 60 juta per tahun (UU HPP).

Kemudian, tarif PPh 15 persen yang awalnya dikenakan kepada orang dengan penghasilan Rp 50 juta sampai Rp 250 juta per tahun menjadi kepada Rp 60 juta sampai Rp 250 juta per tahun. Sementara untuk tarif 25 persen, tetap dikenakan kepada kelompok orang yang berpenghasilan Rp 250 juta sampai Rp 500 juta per tahun.

Lalu, tarif PPh 30 persen dikenakan kepada yang awalnya berpenghasilan di atas Rp 500 juta per tahun menjadi kepada orang berpenghasilan Rp 500 juta sampai Rp 5 miliar per tahun. Selanjutnya kepada orang yang memiliki penghasilan di atas Rp5 miliar dikenakan tarif lebih tinggi yaitu 35 persen, dari yang pada awalnya mendapat tarif pajak 30 persen.

Neil mengingatkan agar wajib pajak tidak lupa mengurangkan terlebih dahulu penghasilan setahun dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang tidak berubah dari aturan sebelumnya, yakni sebesar Rp 54 juta. "Jangan lupa untuk memasukkan PTKP dalam penghitungan pajak terutang. Artinya, penghasilan yang sudah disetahunkan dikurangkan dulu dengan PTKP yang sebesar Rp54 juta, baru dikalikan tarif 5 persen dan seterusnya," ucap dia.

Sebagai ilustrasi, bagi orang pribadi dengan status lajang (TK/0) yang mendapatkan gaji Rp 60 juta per tahun, penghasilannya terlebih dahulu dikurangi PTKP sebesar Rp 54 juta sehingga barulah hasilnya yaitu Rp 6 juta yang menjadi PKP (Penghasilan Kena Pajak). PKP sebanyak Rp 6 juta tersebut dikalikan dengan tarif 5 persen sehingga hasilnya PPh yang dikenakan adalah Rp 300 ribu untuk kelompok tersebut.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement