Rabu 04 Jan 2023 14:58 WIB

Media China Kecilkan Lonjakan Kasus Covid-19

Media sebut gejala yang ditimbulkan Covid relatif ringan bagi sebagian besar orang.

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
 Orang-orang yang memakai masker berjalan di kawasan bisnis Beijing, China, 03 Januari 2023. Para ilmuwan telah memperingatkan China bahwa negara tersebut akan menghadapi beberapa gelombang infeksi COVID-19 karena varian Omicron bermutasi untuk menyebar lebih cepat dan menghindari kekebalan. Menurut ahli virologi Shan-Lu Liu dari Ohio State University di AS, tingkat infeksi ulang akan meningkat karena perlindungan vaksin berkurang. Orang-orang dari Beijing, Shanghai, dan Wuhan telah kembali bekerja karena pembatasan telah dicabut dan ketika China berupaya memulihkan ekonominya.
Foto: EPA-EFE/MARK R. CRISTINO
Orang-orang yang memakai masker berjalan di kawasan bisnis Beijing, China, 03 Januari 2023. Para ilmuwan telah memperingatkan China bahwa negara tersebut akan menghadapi beberapa gelombang infeksi COVID-19 karena varian Omicron bermutasi untuk menyebar lebih cepat dan menghindari kekebalan. Menurut ahli virologi Shan-Lu Liu dari Ohio State University di AS, tingkat infeksi ulang akan meningkat karena perlindungan vaksin berkurang. Orang-orang dari Beijing, Shanghai, dan Wuhan telah kembali bekerja karena pembatasan telah dicabut dan ketika China berupaya memulihkan ekonominya.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Surat kabar resmi Partai Komunis China, People's Daily mengutip pakar kesehatan yang mengatakan gejala yang ditimbulkan Covid-19 relatif ringan bagi sebagian besar orang.

"Pasien kritis dan gejala berat hanya 3 sampai 4 persen pasien Covid-19 yang saat ini dirawat inap di Beijing," kata wakil presiden Beijing Chaoyang Hospital Tong Zhaohui seperti yang dikutip People's Daily, Rabu (4/1/2023).

Baca Juga

Kepala West China Tianfu Hospital di Sichuan University, Kang Yan mengatakan dalam tiga pekan terakhir sebanyak 46 pasien masuk unit gawat darurat. Sekitar 1 persen dari pasien Covid-19 dengan gejala.

Sebelumnya anggota komite Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan dua pakar terkemuka meminta China memberikan "gambaran yang lebih realistis" mengenai situasi di Cina. WHO menggelar pertemuan dengan ilmuwan-ilmuwan China untuk mendapatkan informasi yang lebih detail soal perkembangan pandemi di negara itu.

Namun sejumlah negara ragu Beijing akan berterus-terang.

"Saya pikir China tidak akan dengan tulus mengungkapkan informasi," kata profesor kebijakan publik di  National University of Singapore, Alfred Wu.

"Mereka lebih memilih menyimpannya sendiri atau akan mengatakan tidak ada yang terjadi, tidak ada yang baru, pengamatan saya kami dapat berasumsi tidak ada yang baru tapi masalah transparansi di Cina selalu ada," tambahnya.

Amerika Serikat (AS), Prancis, Italia dan negara-negara lain mengatakan akan mewajibkan warga negara China untuk tes Covid-19 sebelum datang ke negara mereka. Pejabat kesehatan Uni Eropa akan bertemu untuk mengkoordinasikan respon atas perkembangan Covid-19 di China.

"Seperti yang telah kami sampaikan, Amerika Serikat menawarkan China vaksin dan bantuan Covid-19 lainnya, China telah mengungkapkan dengan terbuka mereka mengapresiasi tawaran itu tapi tidak butuh bantuan, tawaran kami masih tersedia," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih.

Mulai 8 Januari China akan mencabut kebijakan yang wajibkan kedatangan dari luar negeri melakukan karantina mandiri. Tapi masih mensyaratkan tes sebelum keberangkatan.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement