REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China mengatakan telah menyiapkan tindakan balasan terhadap beberapa negara yang melakukan pembatasan terhadap pelaku perjalanan dari negaranya.
"Menanggapi tindakan yang tidak masuk akal oleh negara lain, China akan mengambil tindakan yang sepadan berdasarkan prinsip timbal balik," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China (MFA) Mao Ning, Jumat (6/1/2023).
Ia mendaku respons Covid-19 yang diambil oleh negaranya dengan mencabut berbagai pembatasan telah didasarkan pada hasil studi secara ilmiah. Mulai 8 Januari seluruh pelaku perjalanan internasional yang tiba di China dibebaskan dari kewajiban karantina. China hanya mewajibkan hasil negatif tes PCR yang dilakukan maksimal 48 jam sebelum keberangkatan. Mulai Ahad (8/1/2023) warga China juga akan diizinkan bepergian ke luar negeri.
Beberapa negara Eropa, Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang, dan Malaysia telah mengenakan pembatasan terhadap pelaku perjalanan dari China dengan menunjukkan hasil negatif tes PCR yang dilakukan maksimal 48 jam sebelum keberangkatan. Menurut Mao, beberapa negara anggota Uni Eropa (EU) telah bertemu dan membicarakan situasi Covid-19 di China.
"Baru-baru ini negara-negara anggota EU menyatakan bahwa mereka menyambut para turis dari China dan mereka tidak akan mengenakan tindakan pembatasan apa pun," katanya dalam pengarahan pers rutin itu.
Lembaga-lembaga profesional termasuk Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (ECDC) menyatakan tindakan pembatasan yang menargetkan wisatawan China tidak dapat dibenarkan. Ia menambahkan seharusnya EU mendengarkan lebih banyak pendapat yang rasional dan melihat respons Covid-19 China secara adil dan objektif.
"China tidak segan-segan membagikan informasi dan data yang relevan terkait pengurutan virus pada kasus terkini Covid-19," katanya.
Dia mengatakan juga memberikan referensi penting pada Global Initiative on Sharing Avian Influenza Data (GISAID) dan lembaga riset kesehatan internasional lainnya.