Rabu 11 Jan 2023 11:08 WIB

Pakar: Taiwan Dapat Hentikan Invasi China

Konflik Taiwan-China akan membawa kerugian besar bagi AS dan Jepang.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Kepresidenan Taiwan ini, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, tengah, didampingi para pejabat, melihat jet tempur F-16 di sebuah pangkalan militer di Chiayi, Taiwan barat daya, Jumat, 6 Januari 2023. Presiden Tsai mengunjungi pangkalan militer hari Jumat untuk mengamati latihan sementara saingannya China memprotes lewatnya kapal perusak Angkatan Laut AS melalui Selat Taiwan, karena ketegangan antara kedua pihak tidak menunjukkan tanda-tanda mereda di tahun baru.
Foto: Taiwan Presidential Office via AP
Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Kepresidenan Taiwan ini, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, tengah, didampingi para pejabat, melihat jet tempur F-16 di sebuah pangkalan militer di Chiayi, Taiwan barat daya, Jumat, 6 Januari 2023. Presiden Tsai mengunjungi pangkalan militer hari Jumat untuk mengamati latihan sementara saingannya China memprotes lewatnya kapal perusak Angkatan Laut AS melalui Selat Taiwan, karena ketegangan antara kedua pihak tidak menunjukkan tanda-tanda mereda di tahun baru.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Lembaga think-tank Center for Strategic and International Studies (CSIS) mengatakan Taiwan dapat mengalahkan invasi China bila Amerika Serikat (AS) membela pulau itu. Tapi kemenangan akan menimbulkan harga 'mahal' termasuk hilangnya nyawa puluhan ribu orang dan rusaknya posisi Washington di dunia.

Dalam laporan yang dirilis Senin (9/1/2023) CSIS mengatakan harga mahal untuk menghindari perang dengan China masih diperdebatkan. Lembaga itu mendorong AS dan Taiwan untuk segera memperkuat militer.

Baca Juga

"Perang dengan China akan menghasilkan kehancuran dalam skala yang tidak pernah dilihat Amerika Serikat sejak 1945," kata penasihat senior CSIS Mark Cancian seperti dikutip dari Aljazirah.

"Pencegahan memungkinkan dan terjangkau, tapi membutuhkan perencanaan, beberapa sumber daya dan keinginan politik," tambah Cancian, penulis laporan tersebut.

CSIS mengatakan kesimpulan ini berdasarkan asesmen  permainan perang atau war games invasi amphibi China ke Taiwan pada tahun 2026. Pakar militer menggelar skenario permainan ini sebanyak 24 kali.

Para pakar menemukan invasi selalu dimulai saat bom China menghancurkan angkatan laut dan udara Taiwan di jam-jam awal pertempuran. Angkatan Laut China kemudian mengepung pulau itu.

Lalu puluhan ribu tentara China masuk ke Selat Taiwan dengan berbagai kendaraan amphibi dan pasukan penerjunnya mendarat di belakang garis pantai. CSIS mengatakan di sebagian besar skenario Taiwan dapat mengalahkan China.

"Bila Taiwan menyerah sebelum pasukan AS dapat dikerahkan, maka sisanya sia-sia," kata laporan itu.  

Laporan itu melanjutkan terdapat tiga faktor yang dibutuhkan agar Taiwan dapat membalas invasi China. AS harus datang ke Taiwan dengan berbagai kapabilitasnya beberapa hari setelah perang dimulai.

"Penundaan dan langkah yang setengah-setengah akan mempersulit pertahanan, meningkatkan korban jiwa dari AS, dan meningkatkan resiko China membangun tempat tinggal yang tidak dapat dikurangi di Taiwan," kata laporan tersebut.

CSIS juga mengatakan AS harus menggunakan pangkalannya di Jepang. "Tanpa menggunakan pangkalan di Jepang, pesawat tempur AS tidak dapat berpartisipasi dengan efektif dalam perang," katanya.

AS juga harus memiliki rudal dari udara, jarak jauh dan anti kapal yang cukup agar mampu menghantam kapal angkatan laut China dengan cepat dan bertubi-tubi.

Namun laporan itu memperingatkan harga konflik tersebut 'mahal dan parah di semua iterasi'. Diprediksi angka kehilangan akibat konflik ini sangat besar tidak hanya bagi Taiwan dan AS tapi juga bagi Jepang dan China.

"Dalam empat pekan pertempuran, Amerika Serikat biasanya kehilangan ratusan pesawat tempur, dua kapal induk dan lebih dari dua lusin kapal, pangkalan di Guam akan hancur, ekonomi Taiwan mengalami kerusakan parah, Jepang juga akan terseret dalam perang," kata Cancian.

"China juga akan mengalami banyak kerugian, sering termasuk lebih dari 100 kapal tempur dan puluhan ribu tentara terbunuh, terluka atau tertangkap, kegagalan itu mungkin membahayakan cengkraman kekuasaan Partai Komunis," tambahnya.

CSIS memperingatkan kerugian tidak hanya datang dari medan perang."Amerika Serikat mungkin meraih kemenangan besar, penderitaannya lebih lama dibandingkan keberhasilan 'mengalahkan' China karena kerusakan pada posisi Washington di dunia," kata lembaga itu di laporannya.

"Negara lain, Rusia, Korea Utara atau Iran contohnya, mungkin mengambil keuntungan dari distraksi AS untuk mengejar agenda mereka, setelah perang, militer AS yang melemah mungkin tidak dapat mempertahankan keseimbangan kekuataan di Eropa atau Timur Tengah."

Demi menghindari perang, kata CSIS, AS dan sekutu-sekutunya harus memperkuat pencegahan militer. Menurut CSIS, Washington harus memperkuat pangkalan militer dan bekerja sama dengan sekutu terutama Jepang untuk menambah opsi pangkalan. Selain itu juga membeli lebih banyak rudal jarak jauh, terutama rudal anti-kapal karena beberapa persediaan sangat sedikit.

Sementara Taiwan dapat mengadopsi strategi "landak" di mana militer yang lebih kecil memberikan kerusakan yang lebih menyakitkan pada musuh yang lebih besar. CSIS mengusulkan Taiwan dapat mengerahkan lebih banyak rudal anti-kapal .

"Pasukan darat harus menjadi pusat upaya pertahanan Taiwan," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement