Rabu 11 Jan 2023 11:29 WIB

Lukas Enembe Dirawat, Pakar: Dokter Jangan Dimanfaatkan

Perawatan Lukas diharapkan bukan sekadar dalih untuk menghilangkan barang bukti.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mansyur Faqih
Tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe saat mendarat di Bandara Samratulangi Manado, Selasa (10/1/2023).
Foto: Dok.KPK
Tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe saat mendarat di Bandara Samratulangi Manado, Selasa (10/1/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengingatkan agar profesi dokter tidak dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Ia tak ingin kewenangan menentukan seseorang dirawat atau tidak justru dimanfaatkan tersangka kasus korupsi. 

Tanggapan Fickar menyusul Gubernur Papua Lukas Enembe yang diputuskan KPK mesti menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta. Kesimpulan itu diperoleh KPK usai pemeriksaan kesehatan oleh tim dokter RSPAD dengan pendampingan oleh tim penyidik dan dokter KPK.

Pemeriksaan meliputi pengecekan fisik tanda vital,  laboratorium, dan jantung. "Profesi dokter dan RS juga harus berhati-hati untuk menghindarkan 'dimanfaatkan' oleh pihak-pihak tertentu menghindari proses hukum," kata Fickar kepada Republika, Rabu (11/1/2023). 

Baca juga : Soal Penangkapan Lukas Enembe, Ketum KNPI Minta Semua Pihak tidak Terprovokasi

Fickar mengakui pernyataan menentukan seseorang sakit memang kewenangan dokter. Ia berpesan agar kewenangan tersebut dipergunakan sebaik-baiknya. 

"Sakit itu bukan pernyataan sembarangan, harus ada pernyataan resmi dari otoritas-otoritas kesehatan RS atau dokter," ujar Fickar. 

Fickar juga mengungkapkan tersangka korupsi yang izin sakit ketika akan diperiksa bukan fenomena baru. Sehingga dia berharap perawatan terhadap Lukas bukan sekadar dalih untuk menghilangkan barang bukti. 

"Ya berdasarkan pengalaman kejadian ada memang penyalahgunaan surat sakit ini ya salah satunya juga bisa untuk mengamankan barang bukti," ucap Fickar. 

Walau demikian, Fickar meyakini tim KPK bisa mengamankan barang bukti yang dibutuhkan dalam perkara ini. 

Baca juga : Setelah Ditangkap KPK di Rumah Makan, Kini Lukas Enembe Perlu Dirawat

"Dengan kewenangan penyidik dan penuntut semua barang yang berkaitan dengan tindak pidana bisa secara paksa disita sebagai bukti kejahatan," sebut Fickar. 

Sebelumnya, KPK sudah memeriksa 65 saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe. 

Tim penyidik KPK juga telah menggeledah di beberapa daerah, di antaranya di Jakarta dan Batam. Pemeriksaan saksi maupun kegiatan penggeledahan dilakukan dalam rangka menelusuri dugaan uang suap yang diterima dan juga sejumlah aset tersangka Lukas Enembe.

KPK telah menetapkan Lukas Enembe bersama Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka (RL) sebagai tersangka. Tersangka Rijatono Lakka diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar setelah terpilih mengerjakan tiga proyek infrastruktur di Pemprov Papua.

Baca juga : Ini Dia Jalan di Jakarta yang Segera Berbayar

Tiga proyek itu yakni proyek multiyears peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp 14,8 miliar. Kemudian proyek multiyears rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp 13,3 miliar. Serta proyek multiyears penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp 12,9 miliar.

KPK sudah lebih dulu menahan tersangka RL selama 20 hari pertama terhitung mulai 5 Januari 2023 sampai dengan 24 Januari 2023 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement