REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) akhirnya menahan empat tersangka dugaan korupsi pengadaan dan sewa satelit Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Empat yang ditahan tersebut, di antaranya adalah jenderal bintang dua purnawirawan di Angkatan Laut (AL), yakni Laksamana Muda (Laksda) Agus Purwoto (AP). Satu tersangka warga negara asing, inisial Thomas Van Der Heyden (TVH) juga turut ditahan terkait kasus korupsi yang merugikan negara senilai Rp 438 miliar itu.
Tersangka AP sebelumnya menjabat sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Kekuatan Pertahanan di Kemenhan 2013-2016. Sedangkan inisial TVH ditetapkan tersangka sebagai tenaga ahli pada perusahaan pengadaan satelit PT Dini Nusa Kusuma (DNK). Direktur Utama (Dirut) PT DNK, Soerya Cipta Witoelar (SCW) juga turut dijadikan tersangka dalam kasus tersebut, dan juga resmi ditahan.
Terakhir yakni, Komisaris Utama (Komut) PT DNK Arifin Wiguna (AW) juga dijadikan tersangka, dan ditahan. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Ketut Sumedana menjelaskan, keempat tersangka itu resmi ditahan sejak Kamis (12/1). “Keempat tersangka tersebut, AW, SCW, TVH, dan Laksamana Muda (Purn) AP, dilakukan penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, cabang Kejaksaan Agung,” begitu kata Ketut dalam siaran pers, Jumat (13/1).
Kasus korupsi pengadaan satelit di Kemenhan penyidikannya semula dilakukan di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejakgung 2022. Tetapi, adanya keterlibatan dan kebutuhan pemeriksaan anggota militer aktif, dan pensiunan tentara, membuat perkara itu diserahkan penangannya ke tim penyidik koneksitas Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) di Kejakgung. Kasus tersebut, merupakan perkara perdana keberadaan Jampidmil setelah pembentukannya 2021.
Perkara korupsi tersebut terkait dengan pengadaan dan sewa satelit Artemis dan Avante untuk mengisi slot orbit 123 Bujur Timur (BT) pada 2021. Pengadaan satelit tersebut dikatakan sebagai langkah darurat untuk mengisi kekosongan alokasi spektrum pada slot orbit 123 BT yang semula diisi satelit Garuda-1. Akan tetapi pengadaan dan sewa satelit Artemis dan Avante itu tak berfugsi, karena tak sesuai dengan kebutuhan, serta spesifikasi yang dibutuhkan oleh Kemenhan.
Direktur Penindakan Jampidsus Brigadir Jenderal (Brigjen) Edy Imran, pada Juni 2022 lalu pernah menyampaikan, hasil penyidikan dan audit oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) disebutkan kerugian negara dalam perkara itu mencapai Rp 483 miliar. Kerugian negara lainnya senilai Rp 20,2 miliar sebagai biaya yang dikeluarkan negara dalam membayar jasa konsultan pengadaan dan sewa satelit untuk Kemenhan itu.