REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi IV DPR, Sudin, menilai dibukanya impor beras sebanyak 500 ribu ton pada akhir tahun 2022 menunjukkan situasi perberasan dalam negeri yang memburuk. Ia menyayangkan persoalan klasik soal data masih menjadi masalah di dalam negeri.
"Komisi IV menilai pertanian masih menghadapi klasik, bahkan beberapa keadaan ditunjukkan makin memburuk, salah satunya impor beras," kata Sudin dalam Rapat Kerja Komisi IV bersama Kementerian Pertanian, Senin (16/1/2023).
Ia menyebut, secara kasat mata, kemampuan produksi beras belum mampu memenuhi kebutuhan nasional. Mau tak mau, pemerintah terpaksa mengeluarkan kebijakan untuk mengimpor beras.
"Komisi IV melihat pemerintah hanya berorinetasi ke penyerapan anggaran, bukan pencapaian produksi nasional," ujarnya menambahkan.
Pihaknya mendesak pemerintah untuk kembali melakukan pembenahan data produksi dan stok beras. Sebab data dibutuhkan untuk kepentingan pemanfaatan dalam kebijakan ketahanan pangan nasional.
Sementara itu, Perum Bulog sebagai kepanjangan tangan pemerintah pun diminta untuk maksimal menyerap produksi padi dalam masa panen. Hal itu agar disaat paceklik, Bulog memiliki kecukupan beras yang bisa digunakan menstabilkan harga.
Lebih lanjut, Sudin turut menyorot fungsi pembangunan food estate di sejumlah tempat yang digadang-gadang menjadi lumbung pangan baru. Komisi IV, kata Sudin, tengah menyiapkan Panitia Kerja (Panja) food estate untuk meninjau kembali proyek tersebut.
"Bahkan, beberapa teman-teman mengusulkan dibikin Pansus (Panitia Khusus). Karena apa? Disitu banyak data palsu. Sehubungan dengan hal itu diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Kementerian Pertanian," kata dia.
Menteri Pertanian, Syarul Yasin Limpo, menyampaikan produksi beras sepanjang tahun 2022 justru berhasil melampaui target yang dikejar pemerintah.
Syahrul memaparkan, produksi sepanjang tahun 2022 sebesar 55,4 juta ton, melebihi dari target Kementan tahun 2022 sebanyak 54,56 juta ton. "Produksi padi mencapai 101,61 persen dari target," kata Syahrul.
Sementara itu, progres capaian pengembangan lahan pertanaman padi mencapai 965,5 ribu hektare (ha) atau 100,23 persen dari target 963,3 ribu ha.
Syahrul menyampaikan, capaian produksi itu dicapai berkat kerja keras seluruh jajaran serta kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah, DPR, serta pemangku kepentingan terkait.
Kendati demikian, ia mengakui banyak tantangan pertanian yang dihadapi terutama akibat pandemi Covid-19 serta konflik Rusia-Ukraina yang menyebabkan krisis pangan dan energi dunia.
Kekhawatiran terhadap jaminan produksi, masalah distribusi, seta akses pangan masyarakat menjadi perhatian pemerintah dalam menyediakan pangan bagi 273 juta jiwa penduduk Indonesia. "Namun, pada akhirnya kita semua dapat melaluinya dengan baik," katanya.