REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Arus modal asing yang keluar dari Indonesia diperkirakan hanya bersifat temporer atau sementara. Seiring adanya perbaikan sentimen di pasar, dana asing akan kembali masuk, baik ke pasar saham maupun obligasi.
Chief Economist and Investment Strategist MAMI, Katarina Setiawan mengatakan, perbaikan sentimen terlihat pada nilai tukar terhadap dolar AS yang mulai membaik dari berbagai mata uang negara di Asia, termasuk Indonesia.
Menurut dia, pelaku pasar berekspektasi Fed Funds Rate (FFR) sudah mendekati puncak. Hal ini sangat membantu penguatan nilai tukar dari sejumlah mata uang di Asia.
"Perbaikan sentimen di China dan kemudian di negara-negara di Asia Utara ini membuat ada perbaikan arah arus dana investor asing ke pasar saham," kata Katarina, Selasa (17/1/2023).
Di sisi lain, menurut Katarina, Indonesia memiliki daya saing yang cukup menarik. Hingga kuartal III 2022, Indonesia masih mampu membukukan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar 5,7 persen, jauh lebih baik dibanding negara lainnya.
Indonesia juga mampu menjaga tingkat inflasi di level 5,5 persen dengan kenaikan suku bunga hanya sebesar 1,75 persen hingga kuartal III 2022. Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus mengalami penguatan memasuki tahun 2023.
Katarina optimistis, stabilitas jangka panjang Indonesia akan jauh lebih kuat lagi ke depan. Salah satunya juga tercermin dari penanaman modal asing yang sudah meningkat tajam.
Terdapat kenaikan pada belanja modal di private sektor terutama dipicu oleh FDI manufaktur yang mencapai titik tertinggi pada kuartal ketiga 2022, naik 52 persen yoy pada sembilan bulan pertama tahun 2022.
Kerentanan eksternal Indonesia diyakini akan berkurang seiring beralihnya neraca berjalan dan FDI ke arah surplus struktural, sehingga mengurangi ketergantungan yang tinggi terhadap arus masuk portofolio untuk pendanaan neraca pembayaran.
"Hal tersebut diperkirakan akan memperkuat kemungkinan untuk peningkatan sovereign credit rating Indonesia," ujar Katarina.