REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tasikmalaya ikut buka suara mengenai ramainya video sepasang pelajar yang diduga melakukan hal tak senonoh atau mesum di Taman Dadaha Tasikmalaya.
Perbuatan itu dinilai bisa menjadi pemicu datangnya musibah kepada masyarakat di Kota Tasikmalaya. "Innalilah wa innailaihi rajiun," kata Sekretaris Umum MUI Kota Tasikmalaya, KH Aminudin Bustomi, kepada Republika.co.id, Selasa (17/1/2023).
Menurut dia, itu merupakan salah satu bentuk musibah. Sebab, musibah bencana itu bukan hanya diidentikan dengan gempa, longsor, atau banjir bandang. Lebih dari itu, musibah yang lebih berbahaya adalah bencana akhlak, tsunami budi pekerti.
Apabila peristiwa itu dibiarkan, dia khawatir Allah SWT akan murka. Apalagi, kejadian serupa itu bukan hanya terjadi sekali atau dua kali di Kota Tasikmalaya, tetapi sudah sering.
"Ini kan bukan sekali dua kali terjadi. Kalau ini dibiarkan, akan jadi pemicu kemurkaan Allah SWT," ujar dia.
Kiai Aminudin menilai, Kota Tasikmalaya sebenarnya sudah memiliki regulasi yang mumpuni untuk mengantisipasi peristiwa itu terjadi.
Salah satu regulasinya adalah Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2014 tentang Tata Nilai Kehidupan Masyarakat yang Religius di Kota Tasikmalaya. Selain itu, Tasikmalaya juga identik dengan kultur pesantren.
Namun di tataran aplikasi, menurut dia, belum semua pihak ikut melakukan pengawasan dengan optimal. Padahal, dalam urusan menjaga kondusivitas masyarakat, semua pihak dinilai memiliki tanggung jawab masing-masing.
"Mulai dari keluarga, lingkungan, sampai dinas terkait. Saya kira anak itu ada orang tuanya. Orang tua harus memonitoring. Dinas terkait juga mesti melakukan filter, termasuk lingkungan masyarakat," kata dia.
Dia mencontohkan, masyarakat yang melihat adanya pelanggaran asusila yang terjadi harus berani untuk menegur. Menegur itu disebut tak perlu menggunakan cara yang kasar, melainkan cukup ditanya dengan cara yang santun.
"Sesama pengunjung di sana, kalau lihat ada yang maksiat, jangan dibiarkan. Kalau itu dibiarkan, akan menjadi kebiasaan. Paling tidak ditegur atau ditanya dengan baik. Apalagi kalau di jam sekolah," kiai Aminudin.
Di sisi lain, pemerintah juga harus maksimal dalam melakukan pengawasan di lapangan. Pengawasan disebut tak hanya harus dengan langsung turun ke lapangan, tapi juga bisa dengan melibatkan masyarakat untuk ikut memantau.
"Kalau memang personel kurang, kita libatkan semua pihak, RT/RW setempat, siskamling. Itu kan pernah dilakukan. Semua harus ikut memantau," kata dia.
Sebelumnya, sebuah video yang memperlihatkan sepasang muda-mudi sedang berduaan diduga terjadi di Taman Dadaha Kota Tasikmalaya.
Baca juga: Kisah Pembantaian Brutal 20 Ribu Muslim Era Ottoman Oleh Pemberontak Yunani
Dalam video yang menyebar melalui media sosial WhatsApp itu, perempuan yang masih mengenakan seragam olahraga sekolah diduga tengah diraba-raba oleh pasangannya.
Salah seorang petugas kebersihan di lingkungan itu, Sri (41 tahun), mengaku tak tahu waktu video itu dibuat. Namun, dia meyakini video itu memang terjadi di Taman Dadaha.
Dia menilai, taman itu memang sering dijadikan masyarakat untuk bersantai. Beberapa di antaranya tak jarang berduaan atau berpacaran.
"Kalau ada yang kelewatan, biasanya saya tegur. Karena kesal juga, saya bersihin setiap hari dikotorin sama seperti itu," kata dia.
Sri mengaku sering miris apabila ada yang berduaan melebihi batasan di tempat umum itu. Apalagi, beberapa di antara mereka banyak yang masih sekolah.
"Miris saja. Soalnya saya juga punya anak masih SMP. Mangkanya kalau ada (yang pacaran berlebihan), langsung saya tegur," ujar dia.