REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Digital Business PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk Muhamad Fajrin Rasyid menyebut perusahaan rintisan berbasis digital (start up) termasuk perusahaan rintisan finansial berbasis teknologi (tekfin) atau fintech akan menghadapi tantangan pendanaan pada 2023.
Menurutnya, meskipun perekonomian domestik Indonesia masih akan kuat, kondisi perekonomian global yang dipenuhi ketidakpastian membuat investor berpotensi menarik dana mereka dari negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk diletakkan di instrumen investasi yang lebih aman di negara lain.
"Karena saat ini mereka bisa menemukan instrumen investasi yang lebih aman, seperti surat utang Amerika Serikat. Itu lebih aman dibandingkan mereka berinvestasi di start up dan tekfin yang lebih berisiko," katanya dalam Indonesia India Business Forum (IIBF) 2023 di Jakarta, Rabu (18/1/2023).
Meskipun demikian, nilai ekonomi digital Indonesia diproyeksi akan terus bertumbuh dari 70 miliar dolar AS pada 2021 menjadi 140 miliar dolar AS pada 2025.
"Nilai ekonomi digital Indonesia akan bertambah besar hingga mencapai 330 miliar dolar AS pada 2030. Itulah potensi ekonomi digital Indonesia dan tekfin menjadi segmen yang bertumbuh paling cepat," ujarnya.
Untuk mendapatkan pendanaan pada 2023, start up dan tekfin perlu memperbaiki model bisnis mereka agar menghasilkan keuntungan baik dalam jangka pendek ataupun dalam jangka panjang, sehingga dapat menarik masuk investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI). Start up dan tekfin juga perlu lebih disiplin dalam mengelola keuangan mereka dan mengurangi tren mengeluarkan dana untuk promosi, guna mengumpulkan sebanyak mungkin data pengguna.
"Saya lihat tren untuk membakar uang sudah mulai berkurang tahun lalu dan saya yakin di tahun ini juga akan semakin berkurang karena sekarang investor akan mencari keuntungan. Meskipun saat ini start up dan tekfin belum untung, mereka akan diminta kepastian terkait kapan menghasilkan keuntungan," katanya.