Jumat 20 Jan 2023 16:52 WIB

Sosiolog Wanti-Wanti Nikah Muda Dorong Peningkatan Angka Perceraian

Sosiolog sebut perceraian pasangan muda umumnya karena masalah ekonomi

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Pasangan muda duduk antara lain di trotoar di Jakarta. Sosiolog keluarga Universitas Airlangga (Unair) Siti Masudah menjelaskan, penyebab tingginya angka perceraian sangat kompleks. Namun, kata dia, melihat data dominasi pasangan muda yang bercerai, kebanyakan disebabkan belum adanya kesiapan yang matang secara ekonomi.
Foto: EPA-EFE/MAST IRHAM
Pasangan muda duduk antara lain di trotoar di Jakarta. Sosiolog keluarga Universitas Airlangga (Unair) Siti Masudah menjelaskan, penyebab tingginya angka perceraian sangat kompleks. Namun, kata dia, melihat data dominasi pasangan muda yang bercerai, kebanyakan disebabkan belum adanya kesiapan yang matang secara ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sosiolog keluarga Universitas Airlangga (Unair) Siti Mas'udah menjelaskan, penyebab tingginya angka perceraian sangat kompleks. Namun, kata dia, melihat data dominasi pasangan muda yang bercerai, kebanyakan disebabkan belum adanya kesiapan yang matang secara ekonomi.

Perempuan yang akrab disapa Uud itu menjelaskan, pernikahan dini bisa memutus akses untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. "Akibatnya, kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak relatif cukup kecil," ujarnya, Jumat (20/1).

Selain itu, kata dia, usia yang relatif muda juga berpengaruh pada kesiapan mental yang masih labil dalam menghadapi masalah rumah tangga. Akibatnya, ketidaksiapan dan ketidakmampuan menyelesaikan masalah keluarga juga bisa memicu terjadinya perceraian.

"Pilihan menikah oleh pasangan muda bisa saja karena hanya luapan emosi sesaat, romantisme cinta," uajarnya.

Uud juga menyoroti wacana masyarakat daerah pedesaan yang menganggap pernikahan sebagai cara melanjutkan hidup dan menghindari perilaku menyimpang. Apalagi para wanita desa yang sudah memasuki usia matang dan belum menikah akan mendapatkan cap sebagai perawan tua.

Masalah lain yang menurutnya perlu diperhatikan adalah bergesernya makna perceraian di masyarakat sekarang yang tidak lagi dianggap tabu. Hal ini menunjukan adanya perubahan sosial di masyarakat yang awalnya menganggap perceraian sebagai kegagalan dalam pernikahan, menjadi penyelesaian dalam konflik rumah tangga.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
سَيَقُوْلُ الْمُخَلَّفُوْنَ اِذَا انْطَلَقْتُمْ اِلٰى مَغَانِمَ لِتَأْخُذُوْهَا ذَرُوْنَا نَتَّبِعْكُمْ ۚ يُرِيْدُوْنَ اَنْ يُّبَدِّلُوْا كَلٰمَ اللّٰهِ ۗ قُلْ لَّنْ تَتَّبِعُوْنَا كَذٰلِكُمْ قَالَ اللّٰهُ مِنْ قَبْلُ ۖفَسَيَقُوْلُوْنَ بَلْ تَحْسُدُوْنَنَا ۗ بَلْ كَانُوْا لَا يَفْقَهُوْنَ اِلَّا قَلِيْلًا
Apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan, orang-orang Badui yang tertinggal itu akan berkata, “Biarkanlah kami mengikuti kamu.” Mereka hendak mengubah janji Allah. Katakanlah, “Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami. Demikianlah yang telah ditetapkan Allah sejak semula.” Maka mereka akan berkata, “Sebenarnya kamu dengki kepada kami.” Padahal mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali.

(QS. Al-Fath ayat 15)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement