Senin 23 Jan 2023 12:28 WIB

Pakar Sebut Gerakan Vaksinasi di Indonesia Lebih Baik dari Negara Maju

Epidemiolog yakin tidak ada gerakan anti vaksin sehingga lebih baik dari negara maju

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Warga beraktivitas saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia Pandu Riono menyebut gerakan vaksinasi Covid-19 di Indonesia lebih baik dibandingkan negara maju. Menurutnya, vaksinasi Covid-19 di Indonesia diterima masyarakat, meskipun tentu melalui berbagai perjuangan.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga beraktivitas saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia Pandu Riono menyebut gerakan vaksinasi Covid-19 di Indonesia lebih baik dibandingkan negara maju. Menurutnya, vaksinasi Covid-19 di Indonesia diterima masyarakat, meskipun tentu melalui berbagai perjuangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia Pandu Riono menyebut gerakan vaksinasi Covid-19 di Indonesia lebih baik dibandingkan negara maju. Menurutnya, vaksinasi Covid-19 di Indonesia diterima masyarakat, meskipun tentu melalui berbagai perjuangan.

"Tidak ada gerakan anti vaksin yang signifikan di Indonesia, ini menurut saya lebih baik dibandingkan negara maju yang sangat demokratis," ujar Pandu dalam diskusi Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dikutip, Senin (23/1/2023).

Pandu mengatakan, kelompok yang enggan divaksinasi di Indonesia ada tetapi jumlahnya tidak banyak. Selain itu, berbagai upaya untuk mendorong peningkatan vaksin mulai dari regulasi, imbauan/fatwa hingga vaksinasi sebagai syarat perjalanan.

"Walaupun dengan bujukan, regulasi, adanya keharusan syarat perjalanan harus divaksinasi dan sebagainya, tetapi demi kebaikan bersama. Itu buah dari kebijakan yang menurut saya perlu dihargai dari pemerintahan Pak Jokowi," kata Pandu.

Pandu mengatakan, pandemi Covid-19 juga membuat Indonesia melakukan transformasi di bidang kesehatan. Antara lain kesiapan dan kemandirian infrastruktur kesehatan.

"Mendorong supaya Indonesia bisa vaksin sendiri, walaupun terhambat, sebagian besar penduduk sudah divaksinasi, tetapi pengalaman itu membantu kita untuk menyiapkan pandami-pandemi yang akan datang, mungkin saja nanti ada varian baru, kita bisa membuat vaksin jauh lebih cepat. kita tidak tergantung lagi dengan vaksin buatan luar," ujarnya.

Selain itu, lanjut Pandu, pandemi juga meningkatkan kesadaran masyarakat tentang perlindungan terhadap kesehatan. Meskipun saat ini PPKM sudah dicabut dan kasus mereda, masih banyak masyarakat yang masih menggunakan masker.

"Sekarang di tempat umum itu sebagian besar masih pakai masker. Padahal tidak dipaksa dan tidak ada keharusan. mereka sudah sadar mereka harus melindungi diri sendiri karena masih kemungkinan ada penularan walaupun penularan sudah bisa dikendalikan," ujarnya.

Berdasarkan survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) tentang Kinerja Presiden, Pencabutan PPKM, Ketersediaan Bahan Pokok dan BBM, serta Peta Politik Terkini menemukan hampir 78 persen masyarakat menyatakan setuju masker harus tetap digunakan meskipun PPKM telah dicabut. Persentase masyarakat yang menggunakan masker ada 57 persen, dan yang sudah tidak sering atau jarang menggunakan masker itu sudah di sekitaran 41 persen.

Selain masker, sebagian masyarakat juga menilai tetap perlunya vaksin sebagai syarat perjalanan meski PPKM dicabut yakni sekitar 59 persen. Djayadi mengatakan, mereka yang setuju menilai langkah ini sebagai prinsip kehati-hatian mencegah Covid kembali melonjak di Indonesia. Sementara untuk kebijakan pencabutan PPKM, sebanyak 66,3 persen menyatakan setuju.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement