Rabu 25 Jan 2023 08:59 WIB

Koalisi Pengusung Anies Bisa Bubar Jika Ada yang Memaksakan Kehendak

Demokrat ingin AHY jadi cawapres Anies, sementara Nasdem mempertimbangkan Khofifah.

Anies Baswedan bersama Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di sela pertemuan tim kecil Partai Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat di kediaman Anies, Jakarta, pada akhir Oktober 2022 lalu. Hingga kini, Nasdem, PKS, dan Demokrat belum terikat dalam suatu koalisi resmi. (ilustrasi)
Foto: Instagram Agus Harimurti Yudhoyono
Anies Baswedan bersama Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di sela pertemuan tim kecil Partai Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat di kediaman Anies, Jakarta, pada akhir Oktober 2022 lalu. Hingga kini, Nasdem, PKS, dan Demokrat belum terikat dalam suatu koalisi resmi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Wahyu Suryana, Febryan A

Nasdem sebagai satu-satunya partai yang secara resmi mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (capres) untuk 2024, mengungkap potensi buyarnya rencana koalisi dengan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Hal itu bisa terjadi jika tidak ditemukan kesepakatan soal siapa yang akan menjadi pendamping Anies sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres).

Baca Juga

Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali mengatakan bahwa sejak awal, pihaknya mengutamakan untuk membahas kriteria cawapres untuk Anies Baswedan. Jika sebelum mendeklarasikan koalisi ada partai politik yang memaksakan keinginannya menyodorkan tokoh tertentu sebagai pendamping Anies, bukan tak mungkin koalisi tersebut bubar sebelum pengumumannya.

"Saya pernah mengatakan bahwa kalau ada partai yang memaksakan keinginannya atau mengunci atau memberikan syarat tertentu untuk mendukung Anies, saya pastikan koalisi ini akan bubar, tidak akan terjadi," ujar Ali kepada wartawan, Selasa (24/1/2024).

Ali mencontohkan Partai Demokrat yang dikatakannya masih disebut sebagai calon rekan koalisi. Jika Partai Demokrat memaksakan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres dari Anies, hal tersebut sudah tak sesuai dengan prinsip Partai Nasdem yang mengutamakan pembahasan kriteria.

Apalagi, dorongan agar AHY menjadi cawapres untuk Anies sudah digelorakan sebelum adanya deklarasi koalisi. Padahal, kriteria cawapres baru bisa dibahas ketika koalisi antara partai politik terbentuk dan bersepakat mengusung Anies pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

"Kita mencari (calon) wapres itu berdasarkan data-data yang dimiliki, jadi kriteria-kriteria itu adalah upaya untuk menutupi kelemahan, yang kurang dari Anies kan, jadi kita cari figur. Bagi Nasdem itu tidak penting siapa figurnya, tapi sesuai dengan kriteria yang kemudian bisa menuntun Anies menjadi pemenang," ujar Ali.

Ia berharap, partai politik yang ingin menjalin kerja sama dan mengusung Anies sebagai capres memiliki pandangan yang sama. Bahwa, jangan memaksakan satu sosok sebelum dideklarasikannya koalisi.

"Jadi kalau itu tidak diterima (keinginannya), Koalisi Perubahan tidak terjadi, artinya itu saling mengunci, itu yang sejak awal saya katakan sejak awal bahwa Nasdem menghindari itu. Kita tidak mau membicarakan koalisi setara dan saling mengunci, tapi pada akhirnya membuat persyaratan," ujar Ali.

"Jangan kemudian membuat analisis sendiri bahwa figur inilah yang paling tepat mendampingi Anies. Kan subjektif kalau kemudian dianggap bahwa satu figur tertentulah yang membuat analisis sendiri dan orang yang dimaksud adalah orang mereka sendiri, itu kan tidak fair," kata anggota Komisi III DPR itu.

Kendati demikian, ia menjelaskan bahwa pendapat-pendapat dari sejumlah partai politik yang mendorong kadernya sebagai cawapres dari Anies merupakan bentuk aspirasi. Hal tersebut dipandangnya sebagai kedaulatan partai untuk menyampaikan pendapatnya.

"Kita bicaranya kalau Nasdem mau partai yang mitra koalisi atau ingin berkoalisi, ayo kita koalisi saja dulu, kita deklarasikan dulu saja Anies. Dalam dan dengan ketentuan-ketentuan, untuk calon wakil kita akan bicarakan bersama-sama dengan menentukan kriteria," ujar Ali.

Ia mengakui bahwa partainya mempertimbangkan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sebagai cawapres. Khofifah dinilai memiliki basis massa di Jawa Timur.

Baca juga : Status Akun Twitter @KemenPU Bantah Pernyataan Jokowi Sodetan Ciliwung Mangkrak Enam Tahun

"Jadi Ibu Khofifah menjadi salah satu figur yang orang perhitungkan pastilah. Sebagai gubernur Jawa Timur pasti punya basis massa," ujar Ali.

Ali mengatakan bahwa partainya akan meminta maaf kepada masyarakat jika nantinya Nasdem tidak bisa mendapatkan rekan koalisi untuk mengusung Anies Baswedan sebagai bakal capres. Rekan koalisi diperlukan karena Nasdem belum memenuhi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.

"Kita realistis, kalau kita tidak menemukan rekan koalisi, kita harus minta maaf ke masyarakat yang mengharapkan kepada Anies. Kita tidak bisa mengusung Pak Anies, karena tidak ada partai yang mau berkoalisi," ujar Ali.

Deputi Analisis Data dan Informasi DPP Partai Demokrat, Syahrial Nasution mengaku, mengetahui beredarnya nama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, yang dikaitkan menjadi bakal cawapres untuk Anies. Ia sendiri menghargai adanya usulan tersebut yang merupakan bagian dari demokrasi.

Namun, Syahrial mengatakan, Demokrat masih terus mendorong terealisasinya pasangan Anies dan AHY. Menurut dia, berbagai hasil survei menunjukkan tingginya elektabilitas pasangan tersebut dalam berbagai simulasi.

"Radar survei dari lembaga yang kredibel sudah melaporkan, jika Koalisi Perubahan mengusung Anies-AHY sebagai capres dan cawapres 2024, peluang menangnya lebih jelas," ujar Syahrial lewat keterangannya, Selasa.

Baca juga : Suka Nggak Pakai Celana Dalam? Ini Kata Ahli Urologi dan Ginekologi

Partai Demokrat disebutnya akan memperjuangkan kader terbaiknya secara objektif. Terdapat banyak instrumen untuk menguji objektivitas argumentasi tersebut, misalnya adalah hasil survei dan persepsi publik yang berkembang di lapangan.

"Termasuk secara objektif posisi Ketum Demokrat Mas AHY memang bagian dari tokoh perubahan. Prestasi dan keberhasilan Mas AHY memimpin partai juga harus dihormati, seluruh kader tentu akan kecewa apabila partai yang dipimpin Mas AHY dengan prestasi yang baik ini harus diserahkan kepada orang lain," ujar Syahrial.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement