REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Agus Purwadi mengatakan bahwa peran kendaraan roda dua untuk masuk ke ranah elektrifikasi lebih masuk akal. Sebab, menurutnya, memiliki pasar yang potensial dibandingkan kendaraan roda empat.
"Jadi kalau di Indonesia yang sangat prospektif itu roda dua, kalau roda dua kan sudah di-trigger sama layanan ride-hailing yang eksis di Indonesia," kata Agus ketika dihubungi pada Jumat (27/1/2023).
Penyedia jasa ojek daring pada 2030 dikatakan Agus nantinya sudah diwajibkan menggunakan armada yang berbasis elektrik. Dengan begitu, kesempatan roda dua untuk masuk ke ranah elektrifikasi lebih dahulu adalah sangat besar.
Untuk itu, Agus meminta pemerintah untuk dapat terus mendorong perkembangan elektrifikasi di roda dua. Pasalnya, pangsa pasarnya yang begitu besar di Indonesia.
"Jadi roda dua menurut saya harus segera didorong karena pasar terbesar di sana," ucap dia.
Hal itu juga akan menjadi acuan pemerintah dalam pencapaian target mereka di 2025, dimana pemerintah Indonesia sangat bersemangat untuk menghadirkan kendaraan listrik bagi konsumen lokal. Pada 2025 nanti, Presiden Joko Widodo pernah mengatakan bahwa Industri otomotif tanah air harus memproduksi setidaknya 2 juta kendaraan listrik yang nantinya bisa digunakan oleh konsumen domestik.
"Nah itu terus terang yang paling mungkin dicapai itu roda dua ya. Karena masalahnya di jumlah model nih," jelas dia.
Agus menyatakan bahwa kendaraan elektrifikasi di segmen roda empat masih memiliki harga yang relatif mahal, sehingga banyak dari masyarakat yang enggan untuk membeli kendaraan tersebut. Harga yang mahal itu juga dikatakan oleh Agus, dikarenakan biaya menu utama dari kendaraan elektrik itu sendiri yang bisa memakan biaya hingga 70 persen dari komponen yang menempel di kendaraan elektrik tersebut.