REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyoroti sikap partai politik yang minta diperbolehkan sosialisasi sebelum masa kampanye resmi dimulai. Menurut Perludem, keinginan tersebut hanyalah siasat partai untuk menghindari kewajiban pelaporan dana kampanye.
Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini menjelaskan, masa kampanye selama 75 hari adalah kehendak partai politik di parlemen. Masa kampanye resmi itu akan dimulai pada 28 November 2023. Kini, parpol pula yang meminta agar diperbolehkan melakukan kegiatan sosialisasi.
"Jadi partai di parlemen mau masa kampanyenya pendek, tapi dibolehkan bersosialisasi pada masa tunggu menuju masa kampanye," kata Titi dalam acara peluncuran buku 'Ritual Oligarki Menuju 2024' yang digelar LP3ES secara daring, Ahad (29/1/2023).
Menurut Titi, secara praktik, kegiatan sosialisasi itu sebenarnya sama saja dengan kampanye. Tapi, secara regulasi keduanya berbeda. Dengan begitu, ketentuan-ketentuan kampanye tidak bisa diterapkan terhadap kegiatan sosialisasi, seperti kewajiban pelaporan dana kampanye.
"Ini bisa dibaca sebagai upaya untuk menghindari akuntabilitas dana kampanye," ujar Dosen Hukum Pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) itu.
Sebelumnya, KPU RI sudah menyatakan bahwa partai politik peserta pemilu boleh melakukan kegiatan sosialisasi secara terbatas. Parpol hanya boleh menampilkan gambar partai, nomor urut, dan visi-misi.
Lalu, sosok yang dapat tampil dalam kegiatan sosialisasi hanya ketua umum dan sekretaris jenderal partai politik untuk kepengurusan tingkat pusat. Pada kepengurusan daerah, maka hanya ketua dan sekretaris yang boleh tampil.
Bawaslu RI juga sudah memperbolehkan partai politik melakukan kegiatan sosialisasi. Kini, KPU RI tengah menyusun Peraturan KPU (PKPU) terkait kegiatan sosialisasi sebelum masa kampanye resmi itu.