REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Omicron telah menelurkan varian baru XBB.1.5 alias "kraken" yang mendominasi AS dengan 61 persen kasus. Kini, ada varian baru, yaitu CH.1.1 yang dijuluki "orthrus" yang sedang dilacak oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di AS.
Orthrus diperkirakan menyumbang 1,5 persen kasus di AS pada hari Jumat (27/1/2023) lalu. Varian omicron ini dinamai berdasarkan makhluk mitologi Yunani yang berupa anjing berkepala dua.
Tidak banyak yang diketahui tentang varian baru ini, namun tingkat penyebarannya telah meningkat secara global sejak November 2022. Seperti varian omicron lainnya, virus ini berpotensi lebih mudah menular, menghindari kekebalan dari vaksin dan infeksi, dan menyebabkan penyakit yang lebih parah.
Terlebih lagi, virus ini memiliki mutasi yang mengkhawatirkan, seperti yang terlihat pada varian delta. Meskipun bukanlah deltacron (rekombinan atau kombinasi dari delta dan omicron), CH.1.1 adalah contoh utama evolusi konvergen, sebuah proses di mana varian virus penyebab Covid-19 berevolusi secara independen tetapi mengambil mutasi yang sama.
Michael Osterholm, direktur di University of Minnesota’s Center for Infectious Disease Research and Policy (CIDRAP), mengatakan bahwa CH.1.1 akan berkembang di berbagai negara di seluruh dunia, termasuk AS.
"Saya rasa kita tidak memiliki pemahaman yang baik mengenai varian apa yang perlu dikhawatirkan dan mana yang tidak," kata Osterholm, seperti dilansir laman Fortune, Ahad (29/1/2023).
Contoh kasusnya, XBB.1.5 di AS. Awalnya, XBB.1.5 terlihat seperti akan menjadi tantangan yang sangat serius pengendalian Covid-19 di AS, tetapi setelah mencapai dominasi di Timur Laut, virus ini mulai mereda dan tidak berkembang dengan cepat.
"Kita sudah pernah melihat hal ini sebelumnya: Apa yang mungkin tampak sebagai varian yang menantang ternyata bukan tantangan yang nyata," jelas Osterholm.
Lantas di mana dan kapan virus ini ditemukan?
CH.1.1 muncul di Asia Tenggara pada musim gugur ini dan sekarang bertanggung jawab atas lebih dari seperempat infeksi di beberapa bagian Inggris dan Selandia Baru, menurut makalah pracetak yang dirilis pekan lalu oleh para peneliti di Ohio State University.
Prevalensinya telah meningkat tajam sejak November 2022, dan sekarang menyumbang sekitar 10 persen sampel Covid-19 yang diurutkan setiap hari di seluruh dunia. Varian ini termasuk di antara yang dipantau oleh WHO.