Sabtu 04 Feb 2023 16:51 WIB

KemenPPPA : Cegah Perempuan Jadi Korban Pinjol

Perempuan jadi korban pinjol karena tertinggalnya kecakapan literasi finansial.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Fuji Pratiwi
Bunga pinjaman online (ilustrasi). Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyoroti maraknya fenomena pinjaman online (pinjol) yang menjerat perempuan.
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Bunga pinjaman online (ilustrasi). Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyoroti maraknya fenomena pinjaman online (pinjol) yang menjerat perempuan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyoroti maraknya fenomena pinjaman online (pinjol) yang menjerat perempuan. 

Plt Asisten Deputi Asdep Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi KemenPPPA, Eko Novi Ariyanti, mengungkap, perempuan menjadi korban pinjol dikarenakan tertinggalnya kecakapan literasi di dunia finansial, transformasi digital, dan keamanan siber dibandingkan dengan laki-laki. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pada 2021, persentase sebesar 54,95 persen perempuan mendapatkan pinjol, sedangkan laki-laki sebesar 45,05 persen.

Baca Juga

"Hal tersebut menunjukkan perempuan lebih rentan menjadi korban dan sasaran pinjol ilegal karena perempuan memiliki literasi finansial yang relatif lebih rendah dibandingkan laki-laki. Meskipun, perempuan dianggap paling bertanggungkawab dalam urusan domestik," kata Novi dalam keterangannya, Sabtu (4/2/2023). 

Novi mensinyalir perempuan yang terjerat dalam kasus pinjol ini dihadapkan pada kebutuhan mendesak, tekanan ekonomi, biaya kehidupan sehari-hari dan sekolah anak-anak. Namun ada juga yang karena perilaku konsumtif. Apalagi keberadaan pinjol menawarkan pencairan dana yang mudah, cepat, dan tanpa banyak syarat. 

"Keberadaan pinjol ilegal berbunga tinggi mengakibatkan masyarakat justru terlilit utang dan perempuan menjadi salah satu korban terbanyak," ujar Novi.

Novi mengatakan terjeratnya perempuan dalam pusaran pinjol mengakibatkan dampak luar biasa. Perempuan tidak hanya mengalami kekerasan secara psikis dan fisik semata, tetapi tekanan sosial.  Dalam beberapa kasus ada yang mengakibatkan hilangnya nyawa atau bunuh diri. 

"Fenomena pinjol tidak hanya terjadi pada perempuan sebagai ibu rumah tangga semata, tapi juga pada mahasiswa hingga anak sekolah turut tereksploitasi," ucap Novi. 

Novi menegaskan hal ini terjadi karena rendahnya literasi finansial perempuan. Perempuan pun kurang mendapatkan sosialisasi pengetahuan mengenai keamanan siber. Sehingga Novi menegaskan upaya preventif dari praktik pinjol harus dilakukan secara masif. 

"Akses dan literasi finansial, transformasi digital, serta keamanan siber bagi perempuan pun harus terus ditingkatkan sehingga tidak adanya lagi kesenjangan yang dirasakan oleh perempuan," kata Novi. 

Selain itu, Novi menekankan pemanfaatan koperasi dapat kembali digencarkan karena keberadaannya yang berasaskan kekeluargaan dan gotong royong. Ia meyakini koperasi memiliki peran sebagai tiang dari pengembangan ekonomi yang berkelanjutan, khususnya bagi kelompok rentan dan marginal.

Koperasi merupakan budaya masyarakat Indonesia yang sangat tua yang berawal dari tanggung renteng. Ketika koperasi dibuat dan melibatkan suatu kelompok masyarakat dan salah satu anggotanya meminjam, maka anggota tersebut memiliki rasa tanggungjawab untuk mengembalikan sehingga masyarakat yang di dalamnya pun memiliki kelembagaan keuangan yang sehat dan berkelanjutan," ucap Novi.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement