Jumat 10 Feb 2023 20:07 WIB

Sekolah di Haiti Belum Bebas dari Serangan Geng Kriminal

13 sekolah dijadikan sasaran oleh kelompok bersenjata, menurut laporan UNICEF.

Rombongan pelajar di Port-au-Prince, Haiti, Kamis, 26 Januari 2023.
Foto: AP Photo/Odelyn Joseph
Rombongan pelajar di Port-au-Prince, Haiti, Kamis, 26 Januari 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOTA -- Sekolah di Haiti belum bebas dari serangan oleh geng kriminal, menurut pernyataan dari Dana Anak Perserikatan Bangsa-bangsa (UNICEF) pada Kamis (10/2/2023). Aksi kekerasan termasuk penembakan, penjarahan, penggeledahan dan penculikan, menurut pernyataan itu.

UNICEF mengatakan serangan oleh kelompok ini meningkat sembilan kali lipat di empat bulan pertama tahun akademik. Pada Oktober, total 72 sekolah diserang dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama yang hanya delapan sekolah.

Baca Juga

Setidaknya 13 sekolah dijadikan sasaran oleh kelompok bersenjata, menurut laporan UNICEF. Satu sekolah dibakar, seorang siswa tewas dan dua pegawai diculik.

Laporan itu juga mengatakan pada enam hari pertama Februari saja, ada 30 sekolah yang tutup akibat meningkatnya kekerasan geng di wilayah perkotaan dan satu dari empat sekolah telah tutup sejak Oktober tahun lalu. Sekitar satu juta anak-anak Haiti tidak bisa bersekolah akibat kerusuhan sosial dan kekerasan.

Kendati sekolah selalu dianggap sebagai zona aman yang dihormati, mereka secara meningkat menjadi sasaran kekerasan di negara itu, menurut perwakilan UNICEF di Haiti Bruno Maes.

"Kelompok bersenjata menganggap menjarah sekolah sebagai alternatif yang menguntungkan daripada pemerasan dan kejahatan," kata Maes.

Maes menambahkan bahwa menjadikan sekolah sebagai sasaran kejahatan membawa dampak buruk pada keamanan, kesejahteraan, dan kemampuan belajar anak-anak. Kelompok kekerasan kerap kali menjarah peralatan sekolah seperti meja, bangku, papan tulis, laptop, mesin fotokopi, baterai dan panel surya serta berkarung-karung beras, tepung dan jagung yang digunakan untuk makanan di sekolah.

Selama kunjungan ke Haiti pada Rabu, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk, menyatakan keprihatinannya atas krisis akut dan gelombang kekerasan yang terjadi. "Saya mendengar sekitar 500 ribu anak tinggal dalam situasi ini, tidak dapat bersekolah dengan layak, tidak dapat dihibur oleh orang tuanya karena mereka juga takut atas apa yang akan terjadi keesokan harinya," kata Turk.

Di tengah krisis, Kementerian Pendidikan Haiti meningkatkan upaya untuk membuka sekolah yang sebelumnya tutup.

 

sumber : Antara/Anadolu
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement